Kamis, 16 Februari 2017

Ih...Mama Bohong

Siang itu,  aku khusus meluangkan waktu untuk berjalan-jalan dengan anak-anak. Beberapa tempat aku tawarkan.  Pilihan jatuh pada Delta Plaza Surabaya. Selain lokasi yang tidak terlalu luas, kami juga tidak harus bingung untuk menunggu.  Ada panggung kecil berbentuk lingkaran yang disiapkan persis disebelah Utara information desk.
Kalau sedang tidak ada acara apapun,  panggung itu kosong,  sehingga bisa dimanfaatkan sebagai tempat duduk.  Pengunjung yang kelelahan setelah berbelanja bisa duduk disitu. Atau yang sedang menunggu teman atau saudara yang sedang berbelanja.
Sekilas aku layangkan pandanganku ke sekitar.  Ada beberapa abg dan juga ibu-ibu yang duduk di panggung tersebut. Semua terlihat kelelahan . Wajah sayu tanpa senyum dan sedikit guratan ketidak sabaran jelas tergambar di wajah mereka. Selain iti,  ada juga yang terlihat tidak sabar karena harus menunggu teman atau saudaranya dalam waktu yang mungkin agak lama.
Wajah manusia yang duduk diatas panggung itu penuh ketidak ramahan. Kalaupun tersenyum,  itu karena terpaksa sebab disapa oleh orang yang akan duduk disebelahnya. Rabbi, jangan sampai kondisi kota Jakarta akan dibawa ke sini,  di Surabaya. Aku tidak bisa membayangkan jika Surabaya menjadi seperti Jakarta. Manusia yang satu dengan yang lain tidak saling sapa,   apalagi membantu orang yang kesulitan. Hidup seperti apakah itu?
Sambil menunggu,  aku buka telepon genggamku.  Ah,  tiba-tiba muncul ide untuk menulis.  Mumpung suasana lagi pas... Full musik dan orang lalu lalang.  Seperti laptop yang full batteray, akupun mulai menulis di aplikasi word yang ada di telepon genggamku. Menulis tentang impian kecilku.
Khusyuk sekali aku menulis.  Semua mengalir dengan sendirinya. Tanpa beban dan rasa terbebani.  Sudah lama aku tidak melakukan aktivitas seperti ini.  Terakhir waktu aku kuliah. Sembilan belas tahun yang lalu. Kebiasaan makan di plaza sambil mencari inspirasi untuk bahan tulisan buletinku atau sekedar refresh sebelum ujian kuliah.
Sekilas perhatianku beralih ke anak kecil di sebelahku yang sedang merajuk pada mamanya.  Sepertinya serius sekali.  Mamanya bahkan harus menaikkan sedikit volume suaranya untuk membujuk gadis kecilnya.
Tidak berhasil.  Si gadis kecil masih merajuk bahkan sekarang dengan sedikit bertingkah.
“Sayang,  anak kecil gak boleh beli itu.  Hanya orang dewasa yang boleh,” bujuk si ibu.
“Gak mau.. Gak mau...  Mama bohong.  Tadi juga ada anak kecil yang makan disitu, “ sangah sang gadis kecil.
Mataku yang semula memandang si gadis kecil itu,  seketika beralih ke mamanya.  Merasa ada yang memandang dengan penuh makna,  seketika sang mama tersenyum kepadaku.  Tatapan matanya penuh makna.  Entah malu karena ketahuan berbohong, atau minta dukungan atas kebohongannya. Aku tidak begitu memperdulikannya. Karena fokus ke tulisanku.
Entah karena malu padaku atau apakah,  sang mama akhirnya mengaku kalah dan mengiyakan keinginan gadis kecilnya. Mereka berjalan beriringan meninggalkan aku yang masih berkutat dengan tulisanku.
Dari penggalan kisah singkat diatas,  ada sebuah pelajaran besar yang bisa kita ambil hikmahnya.  Pertama, tentang ibu sebagai sekolah pertama bagi anaknya dan yang kedua adalah tentang pentingnya sebuah kejujuran dalam hidup.
Ibu,  sosok yang satu ini sangat mulia. Bahkan Rasulullah pun begitu menghormati dan menghargai seorang ibu.  Dalam sebuah hadits,  beliau mengatakan bahwa yang harus dimuliakan yang pertama adalah ibumu,  yang kedua adalah ibumu dan yang ketiga adalah ibumu baru kemudian bapakmu. Artinya adalah bahwa ibu begitu memiliki kedudukan yang sangat mulia.
Sebagai seorang ibu,  ada sebuah tugas mulia yang dibebankan diatas pundaknya,  yaitu mendidik dan membesarkan anak-anaknya.  Karena memang seorang ibu adalah segalanya bagi anaknya. Contoh nyata bagi anak-anaknya. 
Sekolah yang paling handal dalam membentuk karakter dan kepribadian anak-anaknya.  Apapun yang dilakukannya pasti akan dilakukan oleh anaknya. Mudahnya,  anak adalah foto copi dari ibunya. Perilaku anak akan sama dengan perilaku ibunya.
Wanita tersebut diatas, mungkin tidak menyadari, bahwa apa yang dilakukannya, pada suatu saat nanti akan ditiru oleh anaknya. Contoh nyata perilaku berbohongnya, pasti akan ditiru oleh gadis kecilnya suatu saat nanti. Sepertinya tidak mungkin akan terjadi.  Alasannya adalah si gadis tadi masih kecil dan belum tahu apa-apa.  Benarkah?
Realitanya tidaklah seperti itu. Justru karena dia masih kecil, maka daya rekamnya akan semua kejadian yang ada disekitarnya akan sangat kuat. Yah,  masa golden age, dimana semua informasi dan pengalaman hidup yang dilihat dan dialaminya,  akan menancap dalam hati dan otaknya.  Menancap kuat dan akan teringat seumur hidupnya.
Buktinya...  Pernah ada seorang wanita usia sekitar lima puluhan. Pada suatu hari,  dia koma. Tidak sadarkan diri.  Dan ketika dia sadar,  yang diingatnya adalah pengalamannya ketika kecil. Menyanyikan lagu anak-anak semasa dia kecil. Hal-hal yang berhubungan dengan masa kecilnya tidak hilang dari ingatannya.
Masa golden age adalah sebuah momentum yang sangat mendasar bagi seorang anak.  Juga masa yang paling peka dan menentukan apakah seorang ibu akan berperan besar dalam kehidupan anak selanjutnya ataukah tidak.
Itulah sebabnya mengapa seorang ibu haruslah pandai.  Khususnya dalam mengelola anak-anaknya.  Ditangan seorang ibu hebat,  akan lahir anak yang super hebat. Rasulullah menjadi hebat salah satunya adalah karena peranan wanita-wanita hebat disekitarnya.
Selanjutnya adalah yang kedua,  yaitu tentang kejujuran.  Kejujuran adalah kunci kesuksesan hidup,  baik dunia maupun akhirat.  Yang akan menentukan apakah seseorang itu mulia dihadapan Allah atau tidak.
Penggalan kisah diatas,  secara tidak langsung, merupakan salah satu penghancuran karakter positif anak.  Menghancurkan fitrah anak tanpa disadari oleh para orang tua.  Apalagi jika orang tuanya tidak bisa memilah antara yang halal dan tidak.  Maka akan lahirlah generasi pembohong,  yang akan menghancurkan bangsa ini secara perlahan.
Pernahkah terpikir dalam hati dan benak kita,  bahwa apapun yang dihasilkan dengan cara tidak halal,  akan berbuah ketidak halalan juga.  Jadi apapun yang dihasilkan juga tidak halal untuk tubuh dan amal kita.
Padahal hidup ini perlu kejujuran agar tidak terjadi ketimpangan.  Agar terjadi keselarasan dan keseimbangan.  Sehingga tercipta sebuah harmoni kehidupan yang Indah. Tidak ada rekayasa dan upaya penghancuran dari siapa kepada siapa. Yang ada adalah keserasian dan keharmonisan dalam kehidupan.
Kebohongan dan kejujuran ibarat dua mata pisau yang sama tajamnya. Ditangan seorang wanita bernama ibu kedua mata pisau itu akan terlihat mana yang paling tajam.  Bagian mana yang selalu diasah dan dipoles akan semakin tajam jika digunakan. Sedangkan yang tidak diasah dan dipoles akan tumpul dan berkarat.
Ajarkan kebaikan dengan landasan agama yang kuat.  Inshaa Allah anak kita akan menjadi pisau yang tajam dan siap digunakan kapanpun dan dimanapun.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar