Pagi itu, seorang siswaku datang dengan wajah cemberut. Wajah
cantiknya ditekuk. Tiada senyum manis yang selalu menghias bibir tipisnya.
Bibir tipisnya terkatup memanjang. Kakinya dihentakkan dengan keras. Seolah
sedang ingin menghancurkan apapaun yang ada dihadapannya. Dihempaskan pantatnya
di kursi panjang yang terpajang di depan pagar sekolah. Wajahnya menunduk dan
matanya menatap kebawah penuh kemarahan.
“Assalamu’alaikum,’ sapaku mencoba mencairkan suasana hatinya.
Hanya lirikan mata tanda tak bersahabat yang ditunjukkan olehnya.
Tanpa suara dan tanpa perasaan apapun. Dingin, sedingin hatinya yang sedang
membeku karena amarah.
“Aih, anak cantik ini kok hari ini tidak cantik kenapa,? Sapaku
lagi, mencoba membuat bongkahan es dihadapanku meleleh.
Alhamdulillah, dia tiba-tiba memelukku. Tangisnyapun tumpah di
gamisku. Aku biarkan kepala mungilnya dalam dekapanku. Aku usap kepalanya
sembari memeluk tubuh mungilnya. Perlahan tubuhnya bergerak-gerak, pertanda
tangisnya semakin menjadi. Akupun perlahan melepaskan pelukannya dan berjongkok
dihadapannya. Kutatap wajah sembabnya
sembari tersenyum menatap mata hitamnya.
“Anak cantik, kenapa kok pagi-pagi sudah menangis?” ucapku sembari
mengusap butiran putih yang terus meluncur membasahi pipinya yang putih. Hanya
sedu sedannya yang terdengar. Kepalanya merunduk, tak mau menatap wajahku. Ada
apakah gerangan? Diluar kebiasaannya. Biasanya si cantik ini selalu datang
dengan wajah ceria dan penuh tawa. Wow.. wow… wow… PR buatku hari ini.
“Mommy…..”, hanya itu yang terucap dari bibir tipisnya.
“Mommy? Tadi mommy marah dengan adik?”, tanyaku sembari
mendudukkannya di kursi bambu panjang yang ada dibelakangnya. Kepala kecilnya
menggeleng, menunjukkan bahwa mommynya tidak marah kepadanya. Lalu?
Perlahan tubuhnya bergerak mengikuti arahan tanganku. Alhamdulillah,
dia sudah mulai mau menerimaku. Artinya, sebuah pintu terbuka dan aku bisa
masuk kedalamnya.
“Mommy kenapa sayang,?” rayuku mencoba menghancurkan bongkahan es
yang masih tersisa didalam hatinya. Perlahan aku tatap mata hitamnya yang masih
menyimpan sisa air mata dipelupuknya.
“Aku ditinggal kerja mommy. Aku ingin ditunggui mommy,” sambil
mendongakkan kepalanya menatap mataku. Mata kami bertatapan. Aku mencoba
memasuki mata hitam itu lewat tatapan mataku dan senyuman di bibirku.
Subhanallah, ternyata itu sumber masalah gadis kecil ini. Mommynya
memang bekerja. Papinya juga. Lengkap sudah kedua putrinya ditinggal kerja
sampai malam hari. Terkadang ketika kedua orang tuanya pulang, kedua buah hati
mereka sudah tidur. Baru keesokan harinya mereka bisa bercengkerama dengan
kedua buah hatinya, itupun juga berbatas waktu. Karena harus berangkat ke
kantor kembali untuk melaksanakan kewajiban kembali di kantor tempat mereka
bekerja.
Sekilas, dari cuplikan kisah tersebut diatas, ada garis merah yang
bisa kita ambil hikmahnya. Anak tidak hanya butuh pemenuhan secara materi,
tetapi juga perlu pemenuhan kebutuhan rohaninya. Yaitu kebutuhan akan kasih
sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Sama dengan kita sebagai orang
dewasa. Kita tidak hanya butuh pemenuhan kebutuhan secara materi, melainkan
juga perlu pemenuhan kebutuhan secara rohani juga. Perlu di beri kasih sayang,
baik dari pasangan kita maupun anak-anak kita. Juga perlu dimengerti apa maunya
kita. Sama dengan anak kita.
Penggalan percakapan tersebut diatas adalah sebuah fakta riil yang
mencoba membuka mata hati kita sebagai orang tua, bahwa anak kita adalah
makhluk hidup yang tidak hanya butuh materi saja, melainkan non materi. Apabila
kedua kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi secara maksimal, maka akan ada
ketimpangan yang muncul dalam kehidupan kita. Sebagai orang tua, mungkin kita
punya penyaluran yang positif dengan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi,
sebagai seorang anak, apalagi masih usia dini, apakah mereka mampu melakukan
sebagaimana yang kita lakukan?
Beruntung si gadis kecil tadi masih bisa menangis untuk
menumpahkan semua kekesalan dalam hatinya. Seandainya tidak? Apa yang akan
terjadi padanya? Sebuah traumatis psikologis yang akan membekas dalam jiwanya
dan akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologinya. Kemauannya
mengutarakan apa yang dialaminya memudahkan aku dan orang tuanya dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Tidak ingin ditinggal mommynya
kerja.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah ketidak
nyamanan yang dialaminya ketika dia berada di rumah. Disaat kedua orang tuanya
sedang bekerja. Traumatis yang mungkin terjadi pada saat kedua orang tuanya
tidak berada di rumah bisa menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledak.
Menghancurkan semua yang ada dihadapannya, termasuk orang tuanya sendiri. Dia
bisa meledak-ledak seperti kapal yang terbakar dan siap meledak setiap saat.
Perhatian dan kasih sayang yang terlimpah dari kedua orang tua dan
orang-orang di sekitarnya, sangat diharapkan oleh setiap anak, bukan hanya
gadis kecil yang ada dihadapanku. Pemenuhan kasih sayang yang pas akan
menjadikan akan nyaman dimanapun dia berada, kepercayaan didirnya akan muncul
seiring dengan semakin kuatnya ikatan kasih sayang antara dirinya dengan kedua
orang tuanya, juga orang-orang yang ada disekitarnya.
Di sekolah, dia akan menjadi anak yang tidak penakut dan berani
tampil ke depan tanpa harus dipaksa oleh ibu gurunya. Rasa percaya diri yang
tumbuh karena siraman kasih dan sayang serta perhatian dari kedua orang tua
akan menjadi energy positif bagi dirinya.
Akhirnya, dengan keterus terangan dari si anak, aku bisa membuat
sebuah formula sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Aku segera
menghubungi mommy nya. Sebagai si “sumber masalah”. Hasil akhirnya adalah, kedua
orang tuanya pasrah kepada sekolah bagaiman solusi terbaik atas permasalahan
tersebut. Nah, lebih memudahkan aku dalam mengelola si gadis kecil tersebut.
Hari itu juga, sebelum pembelajaran berakhir, aku bercerita kepada
semua siswa tentang seorang anak perempuan yang tidak mau ditinggal mamanya
bekerja. Seketika, mata hitam itu menatapku penuh makna. Aku hanya tersenyum,
mencoba berada di posisi yang tidak memihak siapapun. Kejadian tadi pagi juga
tidak aku ambil sebagai contoh. Tokoh utama sengaja aku ambil seorang anak
laki-laki agar dia tidak merasa kalau dirinya dihakimi.
Alhamdulillah, besok siang mommynya telepon bahwa gadis kecilnya
sudah tidak menangis lagi ketika ditinggal berangkat bekerja. Tidak serta merta
dari cerita yang aku sampaikan ketika di sekolah, tetapi mommynya juga membuat
kesepakat dengan si gadis kecilnya. Kesepakatan bahwa mommynya tidak akan
pulang tertalu malam lagi.
Seorang ibu, kelihatannya sepele. Akan tetapi mempunyai ikatan hati
yang sangat kuat kepada anak-anaknya. Jika kedekatan tersebut terus dipupuk dan
dipelihara, Inshaa Allah tidak ada anak yang bermasalah di sekolahnya, ataupun
di rumah. Khususnya untuk anak usia
dini. Yang sedang membutuhkan banyak perhatian dan pengakuan dari orang tua dan
lingkungan sekitarnya.
Mommy… I need you. Don’t let me alone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar