Kamis, 16 Februari 2017

I need you Mommy...

Pagi itu, seorang siswaku datang dengan wajah cemberut. Wajah cantiknya ditekuk. Tiada senyum manis yang selalu menghias bibir tipisnya. Bibir tipisnya terkatup memanjang. Kakinya dihentakkan dengan keras. Seolah sedang ingin menghancurkan apapaun yang ada dihadapannya. Dihempaskan pantatnya di kursi panjang yang terpajang di depan pagar sekolah. Wajahnya menunduk dan matanya menatap kebawah penuh kemarahan.
“Assalamu’alaikum,’ sapaku mencoba mencairkan suasana hatinya.
Hanya lirikan mata tanda tak bersahabat yang ditunjukkan olehnya. Tanpa suara dan tanpa perasaan apapun. Dingin, sedingin hatinya yang sedang membeku karena amarah.
“Aih, anak cantik ini kok hari ini tidak cantik kenapa,? Sapaku lagi, mencoba membuat bongkahan es dihadapanku meleleh.
Alhamdulillah, dia tiba-tiba memelukku. Tangisnyapun tumpah di gamisku. Aku biarkan kepala mungilnya dalam dekapanku. Aku usap kepalanya sembari memeluk tubuh mungilnya. Perlahan tubuhnya bergerak-gerak, pertanda tangisnya semakin menjadi. Akupun perlahan melepaskan pelukannya dan berjongkok dihadapannya.  Kutatap wajah sembabnya sembari tersenyum menatap mata hitamnya.
“Anak cantik, kenapa kok pagi-pagi sudah menangis?” ucapku sembari mengusap butiran putih yang terus meluncur membasahi pipinya yang putih. Hanya sedu sedannya yang terdengar. Kepalanya merunduk, tak mau menatap wajahku. Ada apakah gerangan? Diluar kebiasaannya. Biasanya si cantik ini selalu datang dengan wajah ceria dan penuh tawa. Wow.. wow… wow… PR buatku hari ini.
“Mommy…..”, hanya itu yang terucap dari bibir tipisnya.
“Mommy? Tadi mommy marah dengan adik?”, tanyaku sembari mendudukkannya di kursi bambu panjang yang ada dibelakangnya. Kepala kecilnya menggeleng, menunjukkan bahwa mommynya tidak marah kepadanya. Lalu?
Perlahan tubuhnya bergerak mengikuti arahan tanganku. Alhamdulillah, dia sudah mulai mau menerimaku. Artinya, sebuah pintu terbuka dan aku bisa masuk kedalamnya.
“Mommy kenapa sayang,?” rayuku mencoba menghancurkan bongkahan es yang masih tersisa didalam hatinya. Perlahan aku tatap mata hitamnya yang masih menyimpan sisa air mata dipelupuknya.
“Aku ditinggal kerja mommy. Aku ingin ditunggui mommy,” sambil mendongakkan kepalanya menatap mataku. Mata kami bertatapan. Aku mencoba memasuki mata hitam itu lewat tatapan mataku dan senyuman di bibirku.
Subhanallah, ternyata itu sumber masalah gadis kecil ini. Mommynya memang bekerja. Papinya juga. Lengkap sudah kedua putrinya ditinggal kerja sampai malam hari. Terkadang ketika kedua orang tuanya pulang, kedua buah hati mereka sudah tidur. Baru keesokan harinya mereka bisa bercengkerama dengan kedua buah hatinya, itupun juga berbatas waktu. Karena harus berangkat ke kantor kembali untuk melaksanakan kewajiban kembali di kantor tempat mereka bekerja.
Sekilas, dari cuplikan kisah tersebut diatas, ada garis merah yang bisa kita ambil hikmahnya. Anak tidak hanya butuh pemenuhan secara materi, tetapi juga perlu pemenuhan kebutuhan rohaninya. Yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Sama dengan kita sebagai orang dewasa. Kita tidak hanya butuh pemenuhan kebutuhan secara materi, melainkan juga perlu pemenuhan kebutuhan secara rohani juga. Perlu di beri kasih sayang, baik dari pasangan kita maupun anak-anak kita. Juga perlu dimengerti apa maunya kita. Sama dengan anak kita.
Penggalan percakapan tersebut diatas adalah sebuah fakta riil yang mencoba membuka mata hati kita sebagai orang tua, bahwa anak kita adalah makhluk hidup yang tidak hanya butuh materi saja, melainkan non materi. Apabila kedua kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi secara maksimal, maka akan ada ketimpangan yang muncul dalam kehidupan kita. Sebagai orang tua, mungkin kita punya penyaluran yang positif dengan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi, sebagai seorang anak, apalagi masih usia dini, apakah mereka mampu melakukan sebagaimana yang kita lakukan?
Beruntung si gadis kecil tadi masih bisa menangis untuk menumpahkan semua kekesalan dalam hatinya. Seandainya tidak? Apa yang akan terjadi padanya? Sebuah traumatis psikologis yang akan membekas dalam jiwanya dan akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologinya. Kemauannya mengutarakan apa yang dialaminya memudahkan aku dan orang tuanya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Tidak ingin ditinggal mommynya kerja.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah ketidak nyamanan yang dialaminya ketika dia berada di rumah. Disaat kedua orang tuanya sedang bekerja. Traumatis yang mungkin terjadi pada saat kedua orang tuanya tidak berada di rumah bisa menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledak. Menghancurkan semua yang ada dihadapannya, termasuk orang tuanya sendiri. Dia bisa meledak-ledak seperti kapal yang terbakar dan siap meledak setiap saat.
Perhatian dan kasih sayang yang terlimpah dari kedua orang tua dan orang-orang di sekitarnya, sangat diharapkan oleh setiap anak, bukan hanya gadis kecil yang ada dihadapanku. Pemenuhan kasih sayang yang pas akan menjadikan akan nyaman dimanapun dia berada, kepercayaan didirnya akan muncul seiring dengan semakin kuatnya ikatan kasih sayang antara dirinya dengan kedua orang tuanya, juga orang-orang yang ada disekitarnya.

Di sekolah, dia akan menjadi anak yang tidak penakut dan berani tampil ke depan tanpa harus dipaksa oleh ibu gurunya. Rasa percaya diri yang tumbuh karena siraman kasih dan sayang serta perhatian dari kedua orang tua akan menjadi energy positif bagi dirinya.
Akhirnya, dengan keterus terangan dari si anak, aku bisa membuat sebuah formula sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Aku segera menghubungi mommy nya. Sebagai si “sumber masalah”. Hasil akhirnya adalah, kedua orang tuanya pasrah kepada sekolah bagaiman solusi terbaik atas permasalahan tersebut. Nah, lebih memudahkan aku dalam mengelola si gadis kecil tersebut.
Hari itu juga, sebelum pembelajaran berakhir, aku bercerita kepada semua siswa tentang seorang anak perempuan yang tidak mau ditinggal mamanya bekerja. Seketika, mata hitam itu menatapku penuh makna. Aku hanya tersenyum, mencoba berada di posisi yang tidak memihak siapapun. Kejadian tadi pagi juga tidak aku ambil sebagai contoh. Tokoh utama sengaja aku ambil seorang anak laki-laki agar dia tidak merasa kalau dirinya dihakimi.
Alhamdulillah, besok siang mommynya telepon bahwa gadis kecilnya sudah tidak menangis lagi ketika ditinggal berangkat bekerja. Tidak serta merta dari cerita yang aku sampaikan ketika di sekolah, tetapi mommynya juga membuat kesepakat dengan si gadis kecilnya. Kesepakatan bahwa mommynya tidak akan pulang tertalu malam lagi.
Seorang ibu, kelihatannya sepele. Akan tetapi mempunyai ikatan hati yang sangat kuat kepada anak-anaknya. Jika kedekatan tersebut terus dipupuk dan dipelihara, Inshaa Allah tidak ada anak yang bermasalah di sekolahnya, ataupun di rumah.  Khususnya untuk anak usia dini. Yang sedang membutuhkan banyak perhatian dan pengakuan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Mommy… I need you. Don’t let me alone.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar