Rabu, 04 Desember 2013

Klik-nya Allah

“Klik”-nya Allah

Hidup ini indah apabila kita bisa menikmati hidup ini dengan ikhlas, sabar dan tawakal serta istiqomah. Kalau kita tidak bisa menjalani semua tersebut dan belum menyadari tentang hakekat hidup dan kehidupan, Insya Allah kita akan selalu merasa susah dan sedih terus menerus dengan ujian dari Allah yang berupa musibah. Keyakinan kita tentang pengetahuan Allah akan diri kita masih sangat perlu kita perbaiki dan kita tingkatkan lagi. Ada beberapa kejadian yang mungkin bisa kita ambil sebagai ibroh untuk kita semua.

Ada seorang akhwat, sebut saja si fulani yang sedang merasa jengkel dan kesal karena ketika mengadakan kajian di rumahnya tidak banyak yang datang. Sementara ketika ada pertemuan ditempat akhwat yang lain pesertanya bejibun...bahkan konsumsinya sampai kurang. Akibat yang paling sangat fatal adalah si fulani tidak mau lagi menghadiri acara kajian umahat yang diadakan. Masya Allah...sudah kena musibah, eh malah melepaskan tali ukhuwah. Dua point sudah hilang dari hidupnya. Padahal dengan adanya kajian sitarurahim yang diadakan Insya Allah banyak manfaat yang bisa kita dapatkan. Yang kaya bisa menyalurkan dana bagi yang membutuhkan dan yang membutuhkan mendapatkan kelapangan dari Allah berupa rizqi yang dapat meringankan beban hidupnya.

Terkadang kita tidak menyadari ada apa dibalik semua kejadian berupa musibah yang diberikan kepada kita. Coba kita telaah sedikit saja... ketika si fulani ketempatan dan sedikit yang datang Insya Allah Dia punya maksud yang baik untuk kita. Pertama, ketika kita sabar dan ikhlas dengan semua yang terjadi maka sebenarnya Allah akan memberikan ladang pahala yang banyak kepada si fulani. Dia bisa membagikan sisa nasi kotaknya kepada para tetangganya... pahala sedekah. Berapa pahala yang akan didapat dari sedekah nasi kotak tersebut? Selanjutnya, Allah pasti akan menggantikannya dengan kejutan-kejutan indah berupa kesehatan, ilmu yang bermanfaat dan bahkan bisa jadi berupa uang tunai yang berlipat. Kedua istiqomah dan tawakal... dengan istiqomah yang kita lakukan Insya Allah kita tidak akan terlepas dari buhul tali Dien Allah yang mahal harganya. Terjalinnya tali silaturrahim diantara si fulani dengan teman-temannya setidaknya akan memudahkan si fulani untuk selalu menata hati dan dirinya agar tidak melanggar syariat-syariat Allah. Nilai tawakal yang dimiliki si fulani dengan membagi-bagikan nasi kotak kepada para tetangga dan akhirnya akan memunculkan jiwa berbagi dengan sesama yang mungkin selama ini tidak pernah dilakukan oleh si fulani.

Memang berat dan membutuhkan perjuangan yang hebat untuk bisa mengalahkan ego kita. Kalau kita ingat bahwa kita boleh memunculkan ego kita ketika berbicara tentang mempertahankan Dien kita. Kesadaran yang seperti itulah yang sangat sulit kita dapatkan dalam diri para umahat yang akibatnya juga berimbas kepada para akhwat lajang. Urusan pribadi dan harga diri adalah nimr satu, tanpa melihat apakah itu sudah sesuai dengan dyariat atau tidak.



Beberapa waktu yang lalu, si Fulani kedatangan seorang tamu. Setelah ngobrol sana-sini, ujung-ujungnya si tamu bermaksud meminjam uang lima ratus ribu rupiah. Akhirnya si fulani dan suami sepakat kalau uang tersebut kita anggap sebagai sedekan saja karena secara finansial saat itu, uang yang dimiliki oleh si Fulani dan suami jumlahnya hanya itu. Dengan bismillah diserahkan uang tersebut  kepada si tamu. Si Fulani dan suami sengaja tidak mengatakan kepada sang kalau itu adalah sedekah dari dirinya dan suami. Hanya saja mereka berdua mengatakan kepada si tamu. Subhanallah...si tamu pulang sambil menangis karena dia tidak perlu kebingungan untuk mencari uang. Dari wajahnya terbersit kebahagiaan yang ditunjukkan lewat senyumannya.

Beberapa tahun kemudian, ketika si Fulani dan suami sedang duduk santai di teras rumah. Ditemani secangkir teh dan dua piring srawut, keduanya asyik berdiskusi tentang emansipasi wanita atau pangarusataman gender. Tiba-tiba datanglah si tamu yang beberapa tahun lalu pernah meminjam uang kepada mereka. Setelah menjawab salam, si Fulani mempersilahkan si tamu untuk duduk. Setelahberbincang-bincang agak lama, si tamu tiba-tiba mengeluarkan sebuah amplop dari dalam tasnya. Dan surprise, tamu tersebut mengatakan bahwa uang sejumlah lima juta yang terdapat dalam amplop tersebut adalah uang yang dulu dipinjamnya. Alhamdulillah berkat bantuan si fulani dan suaminya, usaha yang dirintisnya bisa berjalan dengan lancar dan bahkan sekarang dia sudah mempunyai beberapa cabang di kota lain. Subhanallah, sungguh rahasia Allah itu sangat indah untuk kita.

Cerita ketiga ini adalah pengalaman riil penulis. Sore hari itu, penulis dan suami sedang berjalan-jalan untuk berbelanja ke pasar. Sampai ditengah jalan, mereka bertemu dengan salah seorang ibu yang mempunyai empat anak kecil-kecil dan kondisinya memang sangat tidak mampu. Dalam hati tidak ada niatan untuk membelikan ataupun memberi apapun kepada mereka. Entah mengapa, tiba-tiba saya ingin membelikan anak-anak saya lumpia. Kebetulan penjual lumpia tersebut juga berjualan beraneka lauk-pauk. Tanpa sengaja ingatan saya tiba-tiba tertuju kepada si ibu dan anak-anaknya. Tanpa berpikir panjang, saya langsung memesan beberapa lauk dan sayur untuk mereka. Ibu tersebut sangat gembira ketika menerima “bingkisan” tersebut. Alhamdulillah sudah bisa membantu meringankan sedikit beban hidup mereka. 

Sore harinya, suami saya kebetulan diminta mengisi di daerah Sidoarjo oleh salah seorang muridnya. Subhanallah ketika suami saya pulang, Allah menggantikan uang yang sudah saya keluarkan tadi dengan sepuluh kali lipat. Subhanallah, rumus matematika manapun tidak akan bisa untuk memecahkan soal hitungan tersebut.

Kilk-klik Allah adalah sesuatu yang nyata. Akal pikir manusia tidak akan pernah bisa untuk memikirkannya, tidak masuk diakal. Tidak bisa dihitung dengan matematikanya manusia dimana jika plus dan plus menjadi plus-plus dan minus dengan minus akan menjadi minus-minus. Sedangkan matematikanya Allah justru berbeda jauh. Ketika kita mengeluarkan sedikit, Allah akan menggantikannya dengan yang lebih banyak. Bisa jadi berupa kesehatan, ilmu yang bermanfaat dan bisa juga dengan kontan berupa uang tunai.

Tidak mudah untuk bisa memahami klik-kliknya Allah. Rasa manusiawi kita yang muncul bisa jadi malah menurunkan ghiroh kita untuk bersedekah di jalan Allah. Sayang dan cinta dengan harta yang sebenarnya hanya titipan semata. Bahkan kecintaannya akan harta melebihi kecintaan pada dirinya sendiri. Rela berkorban apapun untuk harta tetapi sangat enggan untuk berkorban di jalan Allah, karena memang tidak ada jaminan khusus di dunia akan hal tersebut. Sebagai seorang muslim, hendaknya kita sadar tentang hal tersebut. Harta, tahta dan wanita/pria adalah titipan dari Allah yang tidak kekal keberadaannya akan tetapi telah mampu memabukkan dan melenakan manusia dari nikmat-nikmat-Nya yang lain, termasuk kampung akhirat yang kekal abadi.

Selasa, 01 Oktober 2013

MAN RABBUKA

Man Rabbuka?

Anak adalah amanah dari Allah untuk kita, para orang tua.  Sungguh sebuah amanah yang sangat berat untuk setiap orang tua. Baik tidaknya seorang anak, selain ditentukan oleh takdir Allah, orang tua juga memegang “andil” didalamnya. Orang tua memegang peranan sangat penting dalam pendidikan anak-anak kita, terkait didalamnya adlah pendidikan aqidah dan akhlaq si anak. Kita sebagai para orang tua, tidak boleh berputus asa ketika melihat anak-anak kita masih belum mau atau engan menjalankan semua perintah Allah. Uswatun Khasanah dan do’a jangan pernah lepas kita panjatkan agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah.


Hidayah itu datangnya tak disangka-sangka. Ketika kita berusaha untuk meraihnya maka

Allah akan memberikannya. Bahkan tidak dimintapun, terkadang Allah juga memberikannya.  Akan tetapi secara sunatullahnya memang kita harus meraih hidayah tersebut. Ketika anak kita masih belum mendapatkan hidayah dari Allah, jangan pernah lepas untuk membantu mereka mendapatkan hidayah tersebut sebagai sebuah penyadaran bagi mereka dalam menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Mungkin cerita yang akan aku paparkan ini adalah sebuah ibroh yang tidak begitu berarti atau sangat tidak bermakna. Akan tetapi dari ibroh kecil ini Insya Allah kita bisa mengambil sedikit hikmah dibalik semua itu. Aku  tidak pernah berhenti memotivasi anak-anak saya untuk melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Untuk yang nomor satu dan nomor dua Alhamdulillah shalat lima waktunya sudah oke, bahkan ditambah shalat sunnah Dhuha dan Tahajud. Sedangkan yang dua lagi, yaitu nomor tiga dan empat masih belum mau untuk melaksanakan shalat lima waktu. Keduanya hanya mau melaksanakan shalat ketika di sekolah atau ketika hatinya lagi “enak” saja. Setiap hari ketika aku bertanya tentang kapan akan melaksanakan shalat lima waktu, selalu dijawab dengan diam seribu bahasa dan berusaha mengalihkan perhatian umminya. Waktu berjalan, tak terasa si nomor tiga sudah naik ke kelas empat. Saatnya untuk menagih janji….

Pada suatu hari, ketika aku sedang tiduran santai, si nomor tiga mendekat dan  bertanya, “Mi, pada saat manusia meninggal, malaikat munkar dan nankir bertanya apa?” aku tertawa dan kemudian menjawab pertanyaan si nomor tiga, “Mbak, pada saat manusia meninggal itu apa yang tidak terputus? Amal yang shalih, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih”. “Trus kita ditanya apa setelah orang-orang pergi meninggalkan mayat kita?”, lanjutnya. Sejenak aku melihat wajah anakku yang mulai tumbuh remaja…wajahnya masih polos belum terwarnai oleh apapun. Kupeluk dia dan kuelus kepalanya sembari mengusap-usap punggunnya aku menjawab pertanyaannya. “Mbak Qoulin, ketika manusia meninggal maka malaikat munkar dan nankir akan dating kepada kita setelah semua orang yang mengantarkan jenazah pergi meninggalkan pemakaman. Tiga langkah pelayat pulang, tibalah saatnya si mayat bersiap-siap menjawab pertanyaan sang malaikat. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah Man Rabbuka? Mbak Qoulin tahu apa artinya?”, tanyaku pada anakku. Dia menggeleng. Dan tanpa terduga dia memberikan respon yang positif. Dia bertanya, “Kalau aku nggak bisa menjawab apakah malaikat akan marah kepadaku Ummi?”. Aku tersenyum. Dengan perlahan aku berikan pengertian kepadanya. “ Mbak, ketika kita tidak bisa menjawab pertanyaan malaikat munkar dan nankir, maka kedua malaikat tersebut akan mencambuk kita dan tubuh kita akan berdarah-darah. Kamu ingat waktu melihat film di you tube tentang seorang anak yang durhaka? Nah, kira-kira yah seperti itulah mbak nanti ketika dialam kubur”.

Kulihat wajahnya agak ketakutan, kasihan anakku. Perlahan dia melihat wajahku dan keluar sebuah pertanyaan yang tidak pernah aku duga sebelumnya. “Ummi, aku takut karena aku tidak mengerti arti pertanyaan yang diberikan oleh malaikat munkar dan nankir. Aku takut kalau dicambuk Ummi. Pasti sakit sekali”, Tanya Qoulin kepadaku. Aku tertawa dan kucium keningnya. “Makanya mbak Qoulin harus shalat lima waktu. Kalau kita rajin shalat lima waktu plus shalat sunnah seperti tahajud, dhuha dan masih banyak lagi, Insya Allah kita akan mudah untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh malaikat munkar dan nankir. Nah, apakah mbak Qoulin sekarang mau shalat lima waktu? Kan janji sama Ummi kalau sudah kelas empat akan shalat lima waktu”, tanyaku kepada Qoulin.

Jawaban yang aku dapatkan sungguh mengejutkan. Sembari memelukku dengan erat dia berkata, “Ummi, mulai besok aku akan shalat lima waktu. Aku nggak mau kalau sampai dicambuk oleh malaikat munkar dan nankir. Aku taubatan nasuha Ummi”, dengan wajah memelas karena takut Qoulin berjanji kepadaku. Kuusap kepalanya dan kupeluk dia dengan penuh kasih sayang. Alhamdulillah Ya Allah do’aku akhirnya Engkau kabulkan. Aku tidak usah memaksanya untuk melaksanakan shalat lima waktu, akan tetapi Allah memberikan hidayah kepada anakku sehingga dia dengan kesadarannya sendiri mau untuk melaksanakan shalat lima waktu. Alhamdulillah Masya Allah, sampai sekarang mbak Qoulin rajin melaksanakan shalat lima waktu plus Dhuha…semoga kedepan bisa lebih baik lagi dan bertambah untuk shalat sunnahnya…aamiin.

Sedikit cerita kecil diatas semoga bisa menjadikan kita sadar dan malu untuk tidak melaksanakan shalat lima waktu. Paling tidak anak kecil usia sepuluh tahun sudah bisa memahami bahwa shalat itu bisa menjauhkan dirinya dari siksa api neraka, paling tidak kita yang lebih tua bisa mempunyai kesadaran yang lebih baik lagi daripada mereka. Intinya adalah kesabaran dan kasih sayang akan menjadikan orang-orang tersayang kita menjadi orang-orang yang disayang oleh Allah. Ya Rabb, Dzat Penguasa alam semesta. Engkau yang Maha membolak-balikkan hati hamba-Mu, balikkanlah hati kami untuk selalu condong kepada Dien-Mu. Janganlah Engkau biarkan hati kami berpaling dari-Mu…aamiin.

Sabtu, 09 Maret 2013

Akulah Qowwam-mu !!!

Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (istrinya). Sitiran ayat Al-Qur'an tersebut sekilas terlihat tidak begitu penuh makna. Hanya seperti sebuah anjuran kepada para isteri agar mematuhi suaminya selama masih berada dalam koridor yang benar (menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah). Kondisi masyarakat yang ada pada saat ini, sudah jauh dari aturan tersebut. Para perempuan mempunyai dunia sendiri yang dilegitimasikan dengan adanya propaganda tentang kesetaraan gender atau yang lebih bekennya diberi nama pengarasutaman gender, dimana pada realitanya tidak sesuai dengan idelaisme yang hendak dimunculkan oleh penggagas diawal. Kalau kita mau berpikir secara positif, sebenarnya pengarusutaman gender yang digembar-gemborkan oleh si pencetus ide dipahami berbeda oleh para perempuan yang saat ini dengan bangganya menyandang predikat sebagai perempuan bekerja atau istilah kerennya adalah wanita karier.

Pernah pada suatu hari, ketika ada perkuliahan dosen dari Unmuh Jember, aku sempat berbincang-bincang dengan dosenku. Beliau menceritakan fenomena yang tidak menyenangkan tentang hubungan suami isteri pada saat ini. Berdasarkan dari beberapa teman yang kebetulan berdiskusi bersama, ada kecenderungan bahwa mereka mengalami "kemalasan" dalam melakukan hubungan intim dengan suaminya. Ketika kami (aku dan dosenku) bertanya kepada mereka, jawaban yang kami dengar sungguh membuat kami terkejut. Betapa tidak, mereka mengatakan bahwa mereka malas melakukan itu karena mereka sudah merasa penat dan capek dengan aktifitas di sekolah dan berbagai kesibukan lainnya diluar rumah. Jadi ketika suami menginginkannya, mereka cenderung untuk menolaknya karena memang kondisi fisik mereka sudah tidak memungkinkan untuk melakukan itu. Dan yang lebih membuat kami terkejut, mereka mengatakan kalau gairah mereka untuk melakukan itu sudah pudar, tidak begitu menggebu-gebu seperti dulu. Lalu bagaimana dengan suami mereka? Sungguh jawaban yang tidak kami duga sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa suami mereka juga harus mengerti mereka karena mereka sudah seharian capek bekerja diluar rumah.

Sebuah fenomena yang sungguh fenomenal. Perempuan sudah tidak lagi menjadi  "konco wingking" yang selalu menghormati suami secara layak dan menempatkannya pada tempat yang "terhormat", baik dihatinya, dan dimanapun dia berada saat ini, statement tersebut sudah tidak berlaku lagi. Para wanita lebih suka dirinya diperlakukan sebaliknya oleh suami mereka. Bukan mereka yang menghormati suami mereka, melainkan mereka yang minta "dihormati" oleh suami mereka karena posisi mereka secara finansial lebih dari suami mereka. Realita inilah yang banyak memunculkan konflik rumah tangga yang terkadang tidak disadari oleh para perempuan yang mengejar karier mereka diluar rumah. Mereka beranggapan bahwa itu adalah hal biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Akan tetapi apakah suami mereka juga beranggapan demikian?

Munculnya wanita idaman lain dalam kehidupan berumah tangga adalah salah satu dampak yang jelas atas pengarusutaman gender yang salah kaprah. Dimana para perempuan yang merasa mendapat angin segar telah melupakan kodrat mereka sebagai seorang isteri atau pendamping hidup bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.Kalau sampai terjadi seperti itu, maka suami dan wanita ketiga itulah yang dipersalahkan. Harusnya jangan mencari kambing hitam atas kesalahan yang telah dilakukan oleh mereka sendiri. Introspeksi diri adalah langkah terbaik untuk memperbaiki semuanya. Kalau kita sebagai seorang isteri bisa mengantisipasi sebelumnya, Insya Allah semua itu tidak akan pernah terjadi. Saat ini, hancurnya bahtera rumah tangga sebagian besar disebabkan karena para isteri telah melupakan kodratnya dengan mengatasnamakan "persamaan gender". Ini contoh nyata yang ada dalam fenomena kehidupan saat ini. tidak sedikit juga para perempuan yang mempunyai Pria Idaman Lain.
Bahkan yang sangat ironis adalah mereka rela meninggalkan keluarga mereka demi memuaskan kehendak pribadinya yang hanya sesaat.

Ada. sebuah cerita dari seorang kawan yang curhat tentang perilaku isterinya. Dia merasa kalau kehidupan rumah tangganya hambar dan tidak ada keharmonisan lagi. Isterinya sudah tidak lagi menghormatinya sebagai seorang suami. Berangkat kerja pagi dan pulang malam hari. Setiap kali diajak "ngomong" tentang kondisi tersebut, si isteri selalu menghindar. Bahkan belakangan suami merasa curiga kalau isterinya mempunyai Pria Idaman Lain. Perubahan secara fisik penampilan dirinya menjadi "pengganggu" tersendiri bagi suaninya, bahkan suaminya merasa curiga kalau sterinya sudah tidak mencintainya lagi.Apalagi mereka berdua belum dikaruniai seorang "momongan". Ada kecurigaan dari sang suami kalau isterinya menjalin hubungan kembali dengan mantan pacarnya ketika SMA. Mengapa demikian? Perubahan penampilan tersebut terjadi setelah isterinya mengikuti reuni SMA yang diadakannya bersama dengan teman-temannya. Ditambah sikap isterinya yang terkesan menghindar darinya, semakin memperkuat alibinya untuk mencurigai isterinya.

Konflik rumah tangga seperti contoh tersebut diatas tidak sedikit terjadi dimasyarakat sekitar kita.
Ketidak pahaman isteri akan porsi dan posisinya dalam rumah tangga menyebabkan keretakan hubungan pasangan suami isteri. Disisi lain, seorang suami juga memegang peranan yang cukup penting juga dengan kondisi tersebut. Sikap suami yang "cuek", tidak menghargai,tidak menjaga penampilan dan seenaknya sendiri kepada isterinya juga menjadi pemicu munculnya Pria Idaman Lain dalam bahtera rumah tangganya. Sebenarnya tidak sepantasnya "kebosanan" dalam mengarungi bahtera rumah tangga menjadi peluang suami atau isteri untuk berbuat dosa. Ingatlah ketika pertama kali mengucapkan ikrar dihadapan penghulu untuk membina bahtera rumah tangga bersama. Sungguh indah dan dunia seakan menjadi milik berdua. Tidak ada orang lain yang menghuninya kecuali mereka berdua. Dimanakah posisi dan kedudukan Qowwam (suami) dalam rumah tangga?

Dalam kondisi seperti tersebut diatas, jelas bahwa "Qowwam" dalam rumah tangga tidak ada "harganya". Suami dan isteri berada dalam satu garis linear, dimana keduanya mempunyai potensi untuk menjadi "Qowwam" dalam bahtera rumah tangga mereka. Jelas akan muncul konflik yang kalau dibiarkan akan menjadi "bom waktu" yang siap untuk meledak. Kenyataan yang ada bahwa pasangan suami isteri yang sama-sama bekerja mempunyai potensi besar untuk meledakkan "bom waktu" tersebut. Kondisi fisik dan psikis mereka yang tidak mendukung untuk harmonisnya bahtera rumah tangga mereka menjadi alasan nomer satu pemicu konflik dalam sebuah bahtera rumah tangga, yang pada akhirnya nanti akan berujung pada perceraian apabila tidak tertangani dengan baik dan benar.

Islam memberikan sebuah solusi positif atas permasalahan yang muncul dalam sebuah bahtera rumah

tangga. Agama yang penuh rahmat untuk semesta alam ini telah menegaskan dalam al-qur'an bagaimana posisi atau kedudukan seorang suami atas isterinya dan bagaimana seorang suami memuliakan isterinya.
"Orang lelaki (suami sebagai wali berkuasa atas isteri-isterinya, karena kelebihan yang telah diberikan oleh
Allah  pada masing-masing, dan karena belanja mereka berikan dari harta mereka sendiri. Maka wanita yang shalihah itu ialah yang taat, dapat memlihara diri diwaktu tidak adanya suami sebagaimana pemeliharaan Allah". (Q.S. An-Nisa':4)
Dari ayat tersebut diatas, sangat jelas bahwa yang berhak untuk memberikan nafkah/menafkahi keluarga itu adalah suami BUKAN isteri. kalau pada saat ini sudah terjadi "pelanggaran" atas apa yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan keluarnya para perempuan dari rumahnya untuk "mencari nafkah", pasti akan muncul akibat dari apa yang mereka lakukan. Salah satunya adalah dengan "arogansi" perempuan untuk tidak mau diatur suaminya. Karena dia merasa sudah mampu untuk membantu menafkahi keluarganya dan mempunyai penghasilan sendiri. Kalau kondisinya seperti ini, bukan kemaslahatan yang didapat, melainkan justru kehancuran dari bahtera rumah tangga itu sendiri. Ada salah satu hadits Rasulullah berkaitan dengan kedudukan seorang suami dimata isterinya. Hadits tersebut menyebutkan bahwa apabila seorang suami menginginkan istrinya untuk "melayaninya" dan si isteri menolak, maka semua apapun yang dilakukan oleh si isteri tersebut tidak akan mendapatkan apa-apa sampai si suami meridhoi dia kembali. Begitu "tingginya" kedudukan seorang suami atas isterinya. Bahkan masuk dan tidaknya seorang perempuan kedalam surga kalau kita juga tergantung dari ridho si suami dengan penekanan bahwa ridho suami juga merupakan salah satu jalan untuk bisa diterima atau tidaknya ibadah seorang isteri dihadapan Allah.

Kedudukan laki-laki dan perempuan dimata Allah adalah sama, semua tergantung dari amal
perbuatannya. Akan tetapi dalam kehidupan berumah tangga, suami mempunyai kedudukan yang lebih dari isterinya karena tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Menjadi seorang Qowwam adalah tidak mudah, harus pandai dalam bersikap kepada makmumnya agar si makmum merasa nyaman, aman dan bahagia bersamanya. Bagaimana dengan para Qowwam?














Rabu, 06 Maret 2013

Tips Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Bahtera rumah tangga adalah sebuah "seni" dalam hidup ini. Terkadang berlayar tenang, terkadang
bergoncang-goncang karena terpaan angin dan ombak.Bahkan tidak menutup kemungkinan bahtera tersebut bisa hancur berkeping-keping jika hantaman yang menerpanya terlalu dahsyat.akan tetapi, jika bahtera tersebut bisa mengarungi angin dan ombak serta karang yang menerpa, Insya Allah akan sampai di pulau "harapan" dengan selamat.

Dalam kehidupan ini, tidaklah semudah yang kita bayangkan. Ketika awal pernikahan, kita mempunyai sebuah idealisme untuk rumah tangga kita nanti harus seperti apa. Realita berbicara lain. Semua berbalik tiga ratus enam puluh derajat. Idealisme yang kita miliki tidak mampu untuk meng-counter semua realita kehidupan yang ada di sekitar kita. Apalagi dengan berjalannya waktu, setahun, dua tahun sampai lima tahun adalah masa rawan dalam sebuah bahtera rumah tangga. Apabila masa tersebut bisa terlewati, Insya Allah semua akan baik-baik saja.

Berikut ada delapan tips yang Insya Allah bisa dijadikan acuan bagi pasangan suami isteri yang ingin agar rumah tangganya bisa harmonis, sakinah mawaddah warahmah. Tips tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meluruskan kembali niat
   Ketika kita menikah, yang perlu ditata pertama kali adalah niat kita, yaitu menikah karena ingin  
melaksanakan perintah Allah dan menjalankan sunnah Rasul. Artinya, ketika kita akan menikah, niat kita adalah untuk beribadah kepada-Nya dan bukan yang lain. Jika demikan yang ada dalam hati kita, Insya Allah kita akan mudah dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga kita. Dalam kondisi susah ataupun senang, kita akan selalu bersyukur, tersenyum dan menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi. Tidak akan pernah ada sedikitpun keluh kesah yang akan kita keluarkan kepada siapapun, termasuk Allah jika kita "menikmati" dan menerima kondisi rumah tangga kita dengan penuh keihklasan dan kesabaran plus rasa syukur. Kita akan selalu tersenyum dan tersenyum...kepada suami kita, kepada anak-anak kita dan kepada orang-orang disekitar kita. Kita akan membawa rahmat untuk orang-orang yang ada disekitar kita. Rahmat untuk semesta alam.

2. Selalu berpegang pada Qur'an dan Sunnah
    Setelah meluruskan niat, yang lebih penting lagi adalah kembali menata hati kita untuk tetap berpegang pada Qur'an dan Sunnah. Tanpa pegangan tersebut, hidup kita kan hambar, penuh dengan
ketidak tenangan dan bisa jadi muncul berbagai permasalahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Qur'an dan sunnah adalah dua hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang yang mengaku dirinya itu muslim atau muslimah. Mengapa demikian? Karena dalam keduanya, terdapat hikmah-hikmah yang bisa kita ambil untuk kita jadikan pegangan dalam mengarungi kehidupan ini, khususnya dalam kehidupan berumah tangga. Insya Allah kalau selalu berpegang pada keduanya, tidak akan pernah muncul permasalah-permasalahan dalam kehidupan beruma tangga, karena semua kita kembalikan kepada Qur'an dan Sunnah. Jadi dalam menyelesaikan permasalahan tidak akan pernah memunculkan perdebatan yang tidak ada manfaatnya. Karena satu tujuan dan satu "pegangan", Insya Allah bahtera rumah tangga kita akan berjalan tanpa halangan yang berarti. Ibaratnya, meskipun badai dan karang menghadang, semua akan bisa terlampaui dengan tenang dan aman.

3. Menyamakan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga
    Menyamakan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah hal sangat prinsip.
Sebuah bahtera, tidak akan bisa kalau memiliki dua nahkoda yang berbeda tujuan. Alhasil, bahtera tersebut akan kandas diterjang oleh batu karang yang menghadang. Begitu juga dengan kehidupan berumah tangga. Antar suami dan isteri harus memiliki visi dan misi hidup yang sama. Artinya apa yang menjadi tujuan dari kehidupan berumah tangga mereka? Harus ada kesepakatan diawal karena itu sangat menentukan bagi perjalanan kehidupan rumah tangga mereka. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka akan bisa berjalan lancar tanpa hambatan kalau mereka mempunyai tujuan hidup yang berbeda? Penyamaan visi dan misi dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga Insya Allah akan memudahkan keduanya dalam menentukan "planning" tentang arah dan tujuan mereka hidup bersama sebagai suami dan isteri serta bagaimana mengelola anak-anak mereka. Tidak sedikit kemelut rumah tangga muncul dikarenakan tidak adanya persamaan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang mereka jalani.

4. Saling Menghargai
   Sikap saling menghargai sangat diperlukan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dengan adanya sikap saling menghargai akan sangat membantu untuk meningkatkan harga diri dari masing-
masing pasangan suami isteri. Ketika suami bisa menghargai isterinya dengan semua kekurangan yang dimilikinya, maka si isteri akan menjunjung tinggi suaminya dan menghormatinya dengan sepenuh hati. Bukan karena takut atau apapun, tetapi karena dia merasa mendapatkan sesuatu yang lebih dari pasangannya dan Insya Allah dia akan membalasnya dengan yang lebih baik lagi dari itu.Memang terkadang sulit untuk memunculkan sikap seperti itu, apalagi pada pasangan suami isteri yang masing-masing berpegang pada prinsipnya masing-masing bahwa dia harus mendapatkan penghargaan dan perhatian lebih dari pasangannya dengan menafikkan bahwa pasangannya mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus dibenahinya agar menjadi baik, bahkan menjadi yang terbaik. Kalau sudah seperti itu, sebaiknya introspeksi diri masing-masing dan merenungkan dengan sedalam-dalamnya bahwa Allah memasangkan kita dengan pasangan kita adalah karena kelebihan yang ada pada diri kita adalah kelemahan dari pasangan kita, begitu juga sebaliknya. Karena itu, dengan bersikap saling menghargai masing-masing pribadi akan menjadikan semuanya jauh lebih baik.

5. Menjaga efektifitas komunikasi yang ada diantara suami dan isteri
    Komunikasi efketif adalah hal yang sangat penting juga dan tidak dapat ditinggalkan dalam
kehidupan berumah tangga. Banyak kasus perceraian yang terjadi karena tidak efektifnya komunikasi diantara pasangan suami isteri. Bagaimana mengaktifkan komunikasi diantara pasangan suami isteri? Salah satu harus ada yang memulai. Kalau suami kurang begitu perhatian dengan isteri, maka isteri harus proaktif memulai berkomunikasi dengan suami untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkannya saat itu. Mengapa dia menjadi agak pendiam? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan dari kita, ataukah ada sesuatu yang kurang dari kita? Insya Allah kalau kita melakukannya dengan baik dan santun, suami akan dengan senang hati memberitahukan kepada isteri tentang apa yang sedang dipikirkannya, atau mengungkapkan apa yang "dimaui-nya" dari isterinya tercinta. Dengan demikian, suami tidak akan segan-segan untuk menceritakan apapun yang dialaminya selama seharian bekerja kepada kita. Suasana akan menjadi indah dan nyaman karena adanya komunikasi yang efektif diantara suami dan isteri. Imbas dari semua itu adalah terjadinya komunikasi yang efektif pula diantara orang tua dan anak.

6. Sentuhan yang berarti
   Hal yang satu ini, terkadang bahkan bisa dikatakan sembilan puluh persen pasutri tidak memperhatikannya. Mengapa? Mereka beranggapan bahwa hal tersebut tidak perlu. Riset membuktikan bahwa dengan sentuhan-sentuhan kecil yang diberikan oleh suami kepada isteri atau
sebaliknya, akan menambah nikmatnya kehidupan berumah tangga. Suasana akan seperti ketika saat pertama kali menjadi "pengantin". Hati masing-masing pasangan akan merasa berbunga-bunga setiap kali bertemu dengan pasangannya (suami atau isteri). Pancaran keharmonisan akan selalu terpancar dari keduanya. Hubungan intimpun akan berjalan dengan baik karena masing-masing merasa membutuhkannya, bukan salah satu saja yang membutuhkannya. Jika keadaan tersebut berjalan dengan baik, maka Insya Allah rumah tangga akan selalu harmonis karena adanya hubungan timbal balik yang positif diantara pasangan suami isteri.

7. Keterbukaan diantara suami dan isteri
   Kalau yang ini jelas sangat...sangat...dan sangat penting sekali. Keterbukaan diantara suami dan
isteri akan menjadikan hati masing-masing menjadi aman dan tenang. Suami tahu apapun yang dilakukan oleh isterinya, baik didalam, khususnya diluar rumah. Begitu juga sebaliknya, isteri juga tahu apapun yang dilakukan suaminya diluar rumah. Tidak salah juga kalau masing-masing pasangan juga mengetahui dengan siapa pasangannya berhubungan selama beraktifitas diluar rumah. Dengan demikian, tidak akan ada rasa saling curiga satu sama lain yang nantinya akan memunculkan rasa cemburu yang berlebihan kepada pasangannya. Keterbukaan disini bukan hanya itu saja. Dalam hal mengalokasikan keuangan keluarga juga harus ada keterbukaan. Karena hampir sebagian besar pemicu pertengkaran dalam rumah tangga adalah karena adanya kecurigaan dari pasangannya akan "pengalokasian" keuangan keluarga yang dianggapnya tidak jelas. Artinya uang habis begitu saja tanpa ada kejelasan dipergunakan untuk apa.

8. Body Language
   Sebagai orang timur, terkadang kita kurang begitu memperhatikan tentang masalah body language
atau bahasa tubuh dari masing-masing pasangan kita. Ketika kita tahu bahasa tubuh dari pasangan kita, Insya Allah kita akan tahu apa yang diinginkannya dari kita.Misalnya, ketika pasangan kita senang menyentuh bagian sensitif dari tubuh kita ketika berpapasan atau sedang beraktifitas bersama, maka kita harus tanggap bahwa dia sedang menginginkan kita untuk "melayani kebutuhannya". Apabila kita tidak peka dengan bahasa tubuh pasangan kita, akan terjadi hambatan komunikasi diantara kita dan pasangan kita. Pengaruhnya jelas pada keharmonisan rumah tangga kita.

Semoga kita bisa memperbaiki bahtera rumah tangga kita menjadi lebih sakinah, mawaddah dan warahmah....aamiin
















Minggu, 03 Maret 2013

UMMI........KENAPA AKU HARUS SHALAT?


Cerita ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, ketika anakku yang pertama masih bersekolah di Taman
Kanak-Kanak. Nama anakku adalah Dziyaaul Haqqi Ahmad, panggilannya Haqqi. Memang, sejak bayi sampai sekarang, perkembangan kognitifnya sangat menonjol, kecerdasan visual spasial dan logik matematiknya sangat tinggi. Dan daya nalarnya berkembang sangat baik sekali untuk anak seusianya.Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah.

Setiap kali berangkat dan pulang sekolah, dia selalu minta untuk naik becak. Alasannya adalah dengan naik becak, dia bisa melihat banyak hal selama perjalan dan biasanya bertanya tentang apa yang dilihatnya. Pagi itu, kami naik becak berdua ke sekolahnya. Kebetulan oleh si tukang becaknya dilewatkan jalur yang lain, tidak seperti biasanya. Waktu lewat didepan sebuah masjid, dia bertanya tentang kenapa masjid kok ada kubahnya, kenapa kok harus ada imam ketika shalat dan yang menarik adalah pertanyaannya tentang "kenapa aku setiap hari harus shalat?".

Wah, sempat bingung juga ya mendapatkan pertanyaan seperti itu dari anak usia tiga tahun. Kalau yang bertanya orang dewasa sih gampang menjawab dan menjelaskannya. Nah ini anak kecil yang nalarnya masih belum sempurna. Terus bagaimana aku menjelaskannya? Dalam hati aku memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk menjawab pertanyaan anakku itu. Aku terbiasa menjadikan PR pertanyaan-pertanyaan dari anak-anakku yang masih belum bisa terjawab hari itu. Sejenak aku terdiam. Aku harus memulai dari mana ya? Sementara itu apakah nalar anak seusia itu bisa menerima semua penjelasanku?

Akhirnya, Bismillah dengan penuh kehati-hatian aku berusaha menjawab pertanyaan anakku tadi. Aku mengulas dulu tentang kenapa kita harus makan. Setiap orang harus makan untuk mendapatkan
kekuatan. Dengan makanan yang kita makan, kita bisa melakukan semua aktifitas kita, karena adanya kekuatan dari makanan yang kita makan. Nah, kalau kita tidak makan, bagaimana kita bisa beraktifitas dengan baik dalam kondisi lapar? Sholat juga seperti itu. Kita membutuhkan shalat karena Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah.Beribadah disini adalah semua, apapun yang kita lakukan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, itulah yang dinamakan dengan ibadah.Asalkan tidak melanggar semua aturan-aturan atau perintah-perintah Allah. Artinya adalah semua perbuatan-perbuatan kita yang baik dan tidak melanggar aturan yang sudah diberikan oleh Allah, itulah yang dinamakan ibadah.

Kulihat sejenak wajah anakku, sembari mengusap kepalanya, aku bertanya apakah dia mengerti apa yang aku katakan. Kemudian dia bertanya, "Kalau begitu Ummi,  aku sekolah ini juga ibadah ya?". Subhanallah, jawaban yang exellent untuk anak seusianya. "That's right mas, benar sekali jawabannya", jawabku. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau telah memberiku seorang anak yang cerdas...semoga dia juga menjadi anak yang shalih...Insya Allah aamiin.

Selanjutnya, aku menjelaskan bahwa shalat itu dibutuhkan oleh setiap orang karena shalat itu sama
dengan makan, yaitu sumber kekuatan hidup manusia. Sumber kekuatan untuk melakukan kebaikan dalam hidupnya. Kalau manusia tidak shalat, dia tidak akan bisa melakukan semua ibadahnya dengan baik. Seperti orang yang lapar tadi, badan terasa lemas dan tidak bertenaga.
Demikian juga dengan shalat. Orang yang tidak mau melakukan shalat dalam hidupnya sama dengan orang yang lapar tadi. Dia tidak akan bisa beraktifitas dengan baik, pastinya dia akan selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah. Mengapa begitu? Karena tidak ada yang menjadi “rem”-nya. Ibarat sebuah sepeda, remnya rusak, jadi jalannya kencang dan tidak terkendali. Akhirnya, sepeda tadi akan jatuh dan orang yang menaikinya akan terjatuh.

“Berarti, kalau aku tidak shalat, Allah akan marah ya Ummi?”, tanyanya lagi. Dengan penuh kasih sayang kuusap kepalanya dan kupeluk dia. Kubisikkan dalam telinganya, “Ummi do’akan kamu menjadi anak yang shalih, yang selalu berada dijalan-Nya. Insya Allah aamiin”.
Terkadang kita tidak tahu, betapa pandainya anak-anak kita. Betapa kritisnya mereka. Apapun yang ada dihadapan mereka, mereka selalu ingin mengetahuinya, termasuk apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah. Kita sebagai orang tua harus pandai-pandai memilih dan memilah, baik kata-kata ataupun amal perbutan kita agar anak-anak kita bisa mengambil suri teladan dari apa yang kita lakukan.

Jadilah seorang ibu, seorang mama, seorang ummi yang pandai untuk anak-anakmu. Karena jika
seorang ibu itu “pandai”Insya Allah anaknya juga akan menjadi anak-anak yang pandai. Sekilas cerita tersebut adalah salah satu gambaran pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh anak-anak kita. Nah, kalau kita tidak “pandai” dan tidak paham dengan anak-anak kita, pasti yang keluar bukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh anak kita, tetapi kita akan memarahi anak kita dan mengatakan kepadanya untuk DIAM dan tidak berbicara lagi. Ummi seperti apakah kita?





















Jumat, 01 Maret 2013

Aku Juga Butuh "Diakui"!!!

 Enam tahun yang lalu, masih lekat dalam ingatanku, ada salah seorang wali murid yang datang ke rumah. Dia curhat tentang keponakannya yang sekarang bertambah "nakal". Katanya dulu anak tersebut baik sekali, tidak pernah membantah dan selalu taat kepada orang tuanya. Akan tetapi ketika dia menginjak kelas tiga Sekolah Dasar dan mempunyai adik, "nakalnya" sungguh luar biasa. Kemudian aku bertanya, "nakal" yang seperti apa sih bunda?". Karena kalau aku melihat, di sekolah anakku, pada usia kelas tiga dan empat itulah masa eksplorasi diri dari anak, sehingga dia membutuhkan penghargaan dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya tentang eksistensi dirinya.

Kemudian, wali muridku tadi bercerita tentang keponakannya. Saat ini, anak tersebut menjadi pembangkang, selalu membantah apapun yang dikatakan oleh ibunya. Bahkan yang lebih parah lagi, setiap pulang sekolah, dia selalu pergi bersepeda ke Pelabuhan Tanjung Perak. Ketika ditanya, jawabannya sungguh mengejutkan, yaitu karena dia merasa nyaman disana sambil menyaksikan lalu lalang orang yang pergi dan datang dengan kapal.



Sejenak aku terdiam mendengar penuturan dari wali muridku tadi. Masya Allah, aku merasa kasihan benar dengan anak tersebut. Aku menyarankan kepada tantenya untuk mempertemukan aku dengan ibunya agar bisa berbicara empat mata dan menyelesaikan permasalahan anaknya tersebut.

Ada lagi sebuah cerita, tentang anak usia kelas empat Sekolah Dasar. Bundanya merasa kewalahan dengan kebiasaannya berbohong dan "kenakalan" yang sekarang dilakukan oleh anaknya. Bahkan "katanya" final dari semua perbuatan anaknya itu adalah hukuman fisik yang diberikan oleh ayahnya.


Contoh dua kasus tersebut diatas adalah beberapa penggalan cerita tentang "kenakalan" anak usia tersebut (kelas tiga dan empat Sekolah Dasar). Sebenarnya, kalau orang tua bisa bersikap dengan bijak, kejadian tersebut tidak akan ber-ekor panjang. Penyelesaiannya sebenarnya sangat simple sekali. Kunci dari semua permasalahan tersebut ada di orang tua, khususnya ibunya.



Pada usia delapan sampai sepuluh tahun, setiap anak akan mengalami masa dimana dia mulai ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Dia membutuhkan pengakuan yang positif dari lingkungan dimana dia berada. Apabila semua itu "terwadahi" dengan baik, Insya Allah semua akan berjalan dengan baik pula. Artinya,adalah bahwa pada usia tersebut, anak membutuhkan "sesuatu" yang baru dari lingkungan dimana dia tinggal tentang keberadaan dirinya.

Nah, orang tua harus paham tentang kondisi tersebut. Dengan tidak memunculkan sikap negatif tentang apapun yang dilakukannya. Aku mempunyai empat orang anak. Kedua anakku (nomor satu dan dua) ketika menginjak usia tersebut mengalami hal yang sama pula. Perilakunya yang semula "baik" berubah menjadi "sangat menjengkelkan". Dia suka marah-marah (sensitif), suka mengganggu adik-adiknya, suka berbuat iseng, suka seenaknya sendiri dan suka membantah. Aku dan suami memang pada awalnya sempat bingung dengan kondisi psikis anak kami tersebut. Ada apa dengan anakku? Mengapa perilakunya sangat berbeda dengan sebelumnya? Masya Allah, apa yang harus aku dan suamiku lakukan?


Saat itu, kami tidak bertindak gegabah dengan memberikan feedback negatif kepada anak-anak kami. Bahkan aku dan suami sempat tersenyum melihat perubahan yang terjadi pada diri mereka. Ya Allah, ternyata adiknya juga mengalami hal yang sama dengan kakaknya. Kami berikan kasih sayang lebih kepada mereka. Bahkan ketika semua orang yang ada di rumah menjustifikasi "kenakalannya", kami berusaha menjadi pelindungnya. Memang penuh perjuangan, akan tetapi Alhamdulillah dengan cara yang kami lakukan tersebut membuahkan hasil yang memuaskan.


Berikut ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi dan mengeliminasi permasalahan yang muncul dengan anak-anak kita pada usia tersebut. Ada lima cara yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut :



1.Jika anak salah jangan langsung dimarahi

Ketika anak berbuat salah,seorang anak pasti merasa takut dan gelisah.  Langkah terbaik yang kita lakukan adalah dengan menegur mereka dengan halus agar dapat menenangkan perasaan mereka. Setelah itu, kita tunjukan kepada mereka dimana letak kesalahan yang sudah mereka lakukan dan bagaimana mengambil langkah terbaik untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan oleh sang anak.


2.Selalu ada waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga

Komunikasi adalah kunci dari semua permasalahan yang muncul antara orang tua dengan anaknya. Pada kasus tersebut diatas, perlu adanya keterbukaan antara orang tua dan anak. Orang tua perlu tahu apa yang diinginkan oleh anak, begitu pula sebaliknya, Anak juga harus "ditahukan" apa maunya orang tua. Dengan adanya komunikasi dua arah ini, akan memudahkan bagi orang tua dan anak menempatkan diri pada posisinya masing-masing.  Interaksi yang dilakukan antara orang tua dengan anak melalui  komunikasi dua arah tersebut, akan mengikis jarak yang muncul diantara orangtua dan anak.



3.Ajarkan kepedulian sosial
Anak usia tersebut diatas memang keperdulian terhadap lingkungan sekitarnya agak mengalami kemunduran. Artinya, anak yang semula mempunyai keperdulian sosial yang tinggi yang telah ditanamkan  oleh orang tua sejak dini akan mengalami perubahan. Anak menjadi cuek dan tidak perduli/tidak peka akan lingkungan sekitanya. Nurani anak untuk senantiasa berbagi dan responsif atas kejadian di sekitarnya mengalami penurunan. Nah, pada saat inilah, orang tua mempunyai peranan penting untuk menanamkan kembali tentang nilai-nilai keperdulian terhadap sesama tersebut. Dengan mereview kembali apa yang sudah diberikan kepada anak tentang keperdulian akan lingkungan sosial mereka, Insya Allah akan menjadikan anak peka kembali dan memiliki keperdulian sosial yang tinggi.


4.Tanggung jawab

Pada usia tersebut adalah saat yang "sangat tepat" untuk memunculkan kemabali rasa tanggung jawab pada diri anak. Ajarkan contoh-contoh kecil untuk bertanggung jawab akan apa yang sudah dilakukannya. Orang tua selalu dan tidak bosan-bosannya mengingatkan kepada anak akan apa arti tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari, misalnya selepas bermain ajari anak untuk merapikan mainannya. Apabila dibiasakan,tanggung jawab anak akan muncul dalam linkungan kesehariannya. Dengan catatan bahwa perilaku dari orang tua juga mendukung untuk itu.




5. Memberi Teladan
Orang tua adalah teladan terbaik untuk anaknya. Seorang anak pada umumnya mempunyai sifat menirukan apa yang orang tuanya lakukan. Jadi berikanlah contoh hal-hal yang baik kepada anak-anak kita agar mereka juga menirukan hal yang baik pula. Seperti contoh tentang bagaimana mengajarkan shalat. Ketika kita memaksa mereka untuk mau melakukan shalat, terkadang sulitnya bukan main. Akan tetapi dengan cotoh riil dari orang tua, Insya Allah anak akan mengikutinya. Kedua anakku selalu aku ingatkan untuk shalat tepat waktu dan menjalankan shalat-shalat sunnah. Pada awalnya kami sempat bingung juga bagaimana cara memotivasi mereka supaya mau melakukannya. Alhamdulillah dengan contoh riil dari kami orang tuanya, sekarang ini mereka sudh terbiasa untuk shalat tepat waktu dan melakukan shalat-shalat sunnah sebgaimana yang kami lakukan.



Semoga tulisan tersebut bisa menjadi renungan bagi kita sebagai orang tua dalam mendidik dan membesrkan anak-anak kita dan mengantarkan mereka menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Insya Allah Aamiin.







Kamis, 28 Februari 2013

Ketika Aku Dimengerti



Ketika kita masih kecil dulu, orang tua kita selalu memberikan doktrin-doktrin yang harus kita lakukan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Anehnya, kita saat itu merasa enjoy saja, tidak protes dan seolah tidak keberatan untuk melakukan semua itu.

Saat ini, dimana perkembangan teknologi semakin tinggi dan asupan gizi untuk ibu hamil dan anak balita sudah semakin baik, semua berubah. Anak tidak lagi bisa diatur-atur semau orang tua. Kita para orang tua yang harus bisa "mengendalikan mereka agar kita tidak dikendalikan oleh mereka.Mengapa demikian?


Masih teringat benar ketika almarhum pak Kumis (pak Ismadi Retty), berpesan kepadaku tentang bagaimana mengasuh anak-anakku. Beliau mengatakan bahwa kita sebagai orang tua itu seperti sedang bermain layang-layang. Ditarik dan diulur. Ada saatnya kita “tegas” kepada anak kita agar mau melakukan aturan-aturan yang kita buat bersama dengan mereka. Dan ada saatnya mereka kita lepaskan untuk berekspresi dan bereksplorasi. Karena dengan begitu synap-synap otak mereka akan bersambung satu dengan lainnya dan Insya Allah perkembangan otak anak kita akan bisa lebih optimal.

Lima tahun yang lalu, setelah kami (aku dan suami) mengenal Beliau, aku mencoba mempraktekkan pesan darinya. Waktu itu anakku yang pertama masih duduk di kelas empat Sekolah Dasar. Karena sewaktu kecil dia tidak pernah (jarang) bermain diluar rumah, maka masa bermainnya berulang pada saat dia kelas empat tersebut. Biasanya ketika pulang sekolah, anakku langsung mandi dan kemudian bermain komputer atau tiduran atau membaca buku sambil menunggu adzan Magrib (sekolahnya fullday). Yang dilakukannya pada saat kelas empat itu sungguh bertolak belakang dengan kebiasaannya selama ini.

Pulang sekolah, tas diletakkan di meja belajar dan langsung tancap gas bermain layang-layang keluar rumah sampai menjelang Magrib. Setelah itu pulang, mandi dan berangkat ke Masjid untuk shalat. Setelah selesai shalat langsung makan dan bermain keluar rumah dengan teman-teman disekitar rumah sampai Isya’. Selesai shalat Isya’ langsung bermain sampai jam sembilan malam. Sehari, dua hari masih bisa aku tolelir. Dan ternyata “kebiasaan” baru tersebut berlangsung hampir sebulan.

Finalnya adalah ketika hujan dan waktu menunjukkan pukul sembilan malam, anakku belum pulang. Dia masih bermain keluar rumah dengan teman-temannya. Yang putrinya marah-marah, aku yang jadi sasarannya. Kutahan hati ini jangan sampai marah dihadapan anakku karena aku tahu kalau dia tipe anak yang penurut dan mudah dikelola. Perlahan kulangkahkan kaki keluar rumah. Kubuka pagar dan kulongokkan kepalaku kekanan dan kekiri untuk melihat apakah anakku ada disekitar rumah atau tidak. Alhamdulillah, ternyata dia bermain sepak bola didepan rumah sebelah. Kupanggil dia, dan aku melihat kalau dia tampak takut kalau aku marah.

“Mas, masuk nak, sudah jam sembilan. Cuci tangan dan kaki, ganti baju dan ditunggu ummi di kantor ya”, sapaku kepada anakku. Tanpa banyak bicara dia melakukan yang aku perintahkan. Dengan kepala tertunduk dan setengah takut karena tahu kalau dia salah, anakku duduk dihadapanku. Aku diam sejenak. Kulihat wajah anakku dalam-dalam, ada ketakutan tersembunyi disana.

“Mas, ummi mau tanya, kenapa sekarang ini mas Haqqi kok sering main keluar rumah, bahkan ummi tidak pernah melihat lagi mas Haqqi membaca buku ketika di rumah. Setiap hari bermain dan bermain terus”, tanyaku perlahan.
Jawaban yang diberikan sungguh diluar dugaan. “Aku nggak tahu ummi, sekarang ini kok rasanya aku pingin main terus, gak pingin belajar seperti dulu”, jawab Haqqi sambil menunggu reaksiku.
Sejenak aku merenung dan akhirnya kutemukan jawabannya. Dengan mantap dan penuh kasih aku usap kepalanya dan aku menjawab, “Oke mas, ummi memang punya hutang sama kamu. Ketika kamu kecil, ummi memang tidak pernah membiarkan kamu bermain di luar rumah, jadi hanya bermain didalam rumah saja. Nah, sekarang hutang itu ummi bayar. Kamu boleh bermain sepuasnya selama kelas empat ini, tetai nanti kalau sudah naik kelas lima sudah berhenti ya?”. Anakku kaget melihat jawaban yang aku berikan. “Benar ummi?”, tanyanya setengah tidak percaya.

“Ya mas, tapi kamu janji ya nanti setelah kenaikan kelas kamu sudah tidak boleh lagi bermain keluar rumah”, jawabku setengah lega.
“Benar ummi? Ummi tidak marah padaku? Kalau begitu aku tidak usah dibelikan buku paket ya ummi karena percuma nanti tidak akan kubaca. Sayang buang-buang uang untuk beli buku”, jawab Haqqi terlihat gembira sekali.
Aku dipeluk dan dari bibirnya keluar ucapan yang tidak akan pernah aku lupakan, “Terima kasih Ummi, sudah mengerti dan membelaku dihadapan yang Ti”.
Dengan perlahan aku jawab,”Oke mas, Ummi percaya sama kamu dan Insya Allah Ummi yakin kalau kamu tidak akan berbohong atau ingkar janji sama ummi. Buktikan kepada Ummi ya janji kamu”. Dengan perlahan anakku menganggukkan kepalanya.
Setelah perjanjian kami lakukan, Haqqi terus melanjutkan rutinitas bermainnnya. Bahkan dia terlihat senang dengan “rutinitas” barunya itu.
Waktu terus berlalu, tak terasa kenaikan kelas sudah tiba. Aku memang tidak pernah men-target anak-anakku kalau akademisnya harus bagus, akan tetapi aku hanya berusaha memunculkan kemauan dan keinginan mereka untuk bisa mendapatkan nilai yang terbaik, tanpa harus memaksa mereka untuk menjadi yang terbaik. Sehingga mereka tidak merasa terbebani dan enjoy bersekolah.
Alhamdulillah dengan penanganan yang baik dan penuh pengertian dari aku dan abahnya sebagai orang tuanya, pada waktu kenaikan kelas, aku sudah tidak pernah berharap kalau Haqqi akan menjadi juara atau masuk urutan sepuluh besar di sekolahnya. Mengapa? Karena dia setiap harinya hampir tidak pernah belajar... yang dilakukannya adalah bermain dan bermain. Ketika kenaikan kelas, aku dan abahnya, bahkan orang-orang serumah dibuat terkejut dengan prestasinya yang sungguh luar biasa. Dia menjadi JUARA PERTAMA di kelasnya. Sebuah  “surprise” yang sungguh mengejutkan karena dalam banak kami sebagai orang tuanya sudah tidak pernah berpikir kalau dia akan menjadi JUARA PERTAMA kalau melihat bahwa selama kelas empat ini dia hanya bermain... bermain.... dan bermain. Belajar dilakukan kalau ada Pekerjaan Rumah saja. Apa yang aku alami ini mungkin bisa menjadi sedikit pertimbangan orang tua yang masih menerapkan pola pembelajaran konvensional di rumahnya agar kita bisa meminimalisir dosa kita kepada anak kita karena sudah berperan aktif dalam menghancurkan synap-synap otak anak kita sendiri dengan tingginya target yang kita berikan kepada mereka.

Jumat, 15 Februari 2013

Guru Kreatif... Sekolah Asyik

Pernah pada suatu hari, ketika anakku yang pertama pulang dari sekolah. Wajahnya terlihat penat dan penuh beban. Aduh... aku merasa kasihan sekali melihatnya. Rasa bersalah muncul karena aku sudah menyekolahkannya kesebuah sekolah yang cukup lumayan jauh dari rumahku. Dan yang lebih membuatku merasa kasihan kepadanya adalah pulang sekolahnya yang terlalu siang, yaitu jam satu siang. Jadi selama lima setengah jam anakku harus menerima beban materi yang menurutku terlalu berat. Menghafalkan surat-surat pendek, menulis dan seabrek lagi materi-materi yang diberikan akan tetapi kalau aku melihat dari kacamataku sendiri .... sungguh aku mengakui kalau itu terlalu berat untuk anak seusianya. Alhasil, beberapa waktu kemudian anakku mulai merasa jenuh, Setiap kali mau berangkat sekolah, dia selalu beralasan kalau sakit perut-lah...sakit kepala atau kalau tidak dia bilang badanku nggak enak ummi... aku nggak mau sekolah.

Waduh... bagaimana ini kok tidak sesuai dengan rencana??? Padahal aku berharap dengan menyekolahkannya di sekolah tersebut akan membuat anakku "hebat" dan berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan yang diharapkan. Akan tetapi, realitanya tidaklah demikian. Anakku merasa terbebani dan di rumah, dia merasa merdeka sekali... bermain dan bermain ....

Sebuah gambaran tentang dunia pendidikan di Indonesia saat ini yang sangat konvensional. Penuh dengan tuntutan dan target-target yang hanya membebani siswa. Padahal kalau kita menengok keluar, negara-negara maju sudah menggunakan model pembelajaran yang saat ini dikenal dengan PAKEMI (Pendidikan Aktif, Kreatif, Menyenangkan dan Islami). Sebuah terobosan baru untuk menghindari peng-rusakkan otak anak-anak usia dini oleh guru dan orang tua.

Kalau kita mau mengkaji lebih dalam lagi, ketika guru-guru akan sertifikasi, semua bekal tentang bagaimana pembelajaran yang kreatif itu sudah diberikan...bahkan ada pesan sponsor  "wajib" untuk dilaksanakan di instansi sekolah masing-masing. Akan tetapi, realita berbicara lain. Meskipun jumlah guru yang sudah tersertifikasi sangat banyak, akan tetapi sedikit yang sudah melaksanakan semua materi yang sudah diberikan saat PLPG atau PPG. Sungguh sangat ironis sekali.

Dunia anak adalah bermain. Hampir separuh lebih waktunya dihabiskan untuk bermain.Akan tetapi, permasalahan yang muncul ke permukaan adalah banyak sekolah-sekolah, Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal yang justru mengejar "target" untuk mendapatkan status sebagai sekolah "terbaik" dengan menghasilkan lulusan yang sudah lancar membaca dan menulis serta berhitung (calistung), padahal secara idealnya, porsi pemberian materi tersebut adalah di kelas satu Sekolah Dasar. Yang lebih parah lagi, Sekolah Dasar yang merasa menjadi sekolah favorit justru mematok harga mahal untuk calon siswa barunya, yaitu lancar membaca dan menulis. Sebuah keterpurukan dalam dunia pendidikan yang justru malah mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Anak dianggap berhasil/beprestasi kalau secara akademik nilainya bagus, padahal setiap anak mempunyai kecerdasan masing-masing dengan keunikannya.

Disinilah seorang guru kreatif sangat dibutuhkan, Dia harus mampu memberikan materi-materi yang berkaitan dengan tuntutan masyarakat, yaitu calistung tetapi dengan metode atau cara yang berbeda dari biasanya. Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan, diantaranya bermain dan cerita atau dongeng. Dengan bermain, anak juga belajar calistung dengan bercerita, guru juga bisa menyisipkan materi-materi calistung. Hanya saja, untuk prakteknya tidak semudah itu. Tidak sedikit guru-guru masa kini yang masih mempraktekkan pembelajaran model jadul atau kolonial. Murid duduk manis, guru menerangkan di depan dan memberi tugas. Sungguh miris rasanya. Dalam beberapa jam setiap hari otak anak mendapatkan "pressure" yang mungkin tidak disengaja (menurut sekolah yang menggunakan metode tersebut). Synap-synap otak yang seharusnya tersambung dan terikat kuat, perlahan tapi pasti patah satu demi satu. Kalau sudah begitu, apakah produk yang dihasilkan akan bisa optimal?

Berbeda dengan sekolah-sekolah yang memang menempatkan siswanya sebagai subyek BUKAN obyek. Murid-murid mereka begitu senang ketika berangkat ke sekolah karena di sekolah mereka sudah berangan-angan untuk segera datang ke sekolah dan bertemu dengan bu guru yang sangat mereka sayangi. Proses belajar mengajar berjalan sebagaimana layaknya sebuah permainan antar teman. Dengan kreatifitasnya guru memodifikasi materi pembelajaran dengan menjadikan anak sebagai sentral proses pembelajaran. Insya Allah dengan demikian akan menjadikan anak senang. Nah pada saat kondisi "enjoy" itulah guru perlahan tapi pasti memasukkan materi-materi inti dalam sisipannya. Materi masuk dengan optimal tetapi siswa/anak tidak merasa kalau dia belajar. Itulah inti dari belajar pada anak usia dini, yaitu dengan permainan dan praktek secara langsung. Mereka tidak sekedar mengenal lambang bilangan, operasi penjumlahan dan pengurangan akan tetapi pemahaman konseptual tentang semua materi-materi itu sangat menentukan bagi keberhasilan mereka di jenjang pendidikan yang   lebih tinggi, yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, bahkan sampai ke Perguruan Tinggi.

Seyogyanyalah sekolah-sekolah yang ada saat ini, khususnya untuk Anak Usia Dini lebih memperhatikan kebutuhan dan kepantingan siswa-siswinya daripada kepentingan orang tua yang menuntut anaknya harus sudah bisa membaca dan menulis pada usia dini tanpa mau tahu efek kedepannya apabila dilakukan dengan cara yang salah. Semoga kita tidak menjadi guru yang seperti itu karena dosa yang kita lakukan itu akan terus mempengaruhi kehidupan mereka ketika dewasa nanti. Be a good teacher to get best generation in the future. Insya Allah Amiin.