Sabtu, 09 Maret 2013

Akulah Qowwam-mu !!!

Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (istrinya). Sitiran ayat Al-Qur'an tersebut sekilas terlihat tidak begitu penuh makna. Hanya seperti sebuah anjuran kepada para isteri agar mematuhi suaminya selama masih berada dalam koridor yang benar (menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah). Kondisi masyarakat yang ada pada saat ini, sudah jauh dari aturan tersebut. Para perempuan mempunyai dunia sendiri yang dilegitimasikan dengan adanya propaganda tentang kesetaraan gender atau yang lebih bekennya diberi nama pengarasutaman gender, dimana pada realitanya tidak sesuai dengan idelaisme yang hendak dimunculkan oleh penggagas diawal. Kalau kita mau berpikir secara positif, sebenarnya pengarusutaman gender yang digembar-gemborkan oleh si pencetus ide dipahami berbeda oleh para perempuan yang saat ini dengan bangganya menyandang predikat sebagai perempuan bekerja atau istilah kerennya adalah wanita karier.

Pernah pada suatu hari, ketika ada perkuliahan dosen dari Unmuh Jember, aku sempat berbincang-bincang dengan dosenku. Beliau menceritakan fenomena yang tidak menyenangkan tentang hubungan suami isteri pada saat ini. Berdasarkan dari beberapa teman yang kebetulan berdiskusi bersama, ada kecenderungan bahwa mereka mengalami "kemalasan" dalam melakukan hubungan intim dengan suaminya. Ketika kami (aku dan dosenku) bertanya kepada mereka, jawaban yang kami dengar sungguh membuat kami terkejut. Betapa tidak, mereka mengatakan bahwa mereka malas melakukan itu karena mereka sudah merasa penat dan capek dengan aktifitas di sekolah dan berbagai kesibukan lainnya diluar rumah. Jadi ketika suami menginginkannya, mereka cenderung untuk menolaknya karena memang kondisi fisik mereka sudah tidak memungkinkan untuk melakukan itu. Dan yang lebih membuat kami terkejut, mereka mengatakan kalau gairah mereka untuk melakukan itu sudah pudar, tidak begitu menggebu-gebu seperti dulu. Lalu bagaimana dengan suami mereka? Sungguh jawaban yang tidak kami duga sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa suami mereka juga harus mengerti mereka karena mereka sudah seharian capek bekerja diluar rumah.

Sebuah fenomena yang sungguh fenomenal. Perempuan sudah tidak lagi menjadi  "konco wingking" yang selalu menghormati suami secara layak dan menempatkannya pada tempat yang "terhormat", baik dihatinya, dan dimanapun dia berada saat ini, statement tersebut sudah tidak berlaku lagi. Para wanita lebih suka dirinya diperlakukan sebaliknya oleh suami mereka. Bukan mereka yang menghormati suami mereka, melainkan mereka yang minta "dihormati" oleh suami mereka karena posisi mereka secara finansial lebih dari suami mereka. Realita inilah yang banyak memunculkan konflik rumah tangga yang terkadang tidak disadari oleh para perempuan yang mengejar karier mereka diluar rumah. Mereka beranggapan bahwa itu adalah hal biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Akan tetapi apakah suami mereka juga beranggapan demikian?

Munculnya wanita idaman lain dalam kehidupan berumah tangga adalah salah satu dampak yang jelas atas pengarusutaman gender yang salah kaprah. Dimana para perempuan yang merasa mendapat angin segar telah melupakan kodrat mereka sebagai seorang isteri atau pendamping hidup bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.Kalau sampai terjadi seperti itu, maka suami dan wanita ketiga itulah yang dipersalahkan. Harusnya jangan mencari kambing hitam atas kesalahan yang telah dilakukan oleh mereka sendiri. Introspeksi diri adalah langkah terbaik untuk memperbaiki semuanya. Kalau kita sebagai seorang isteri bisa mengantisipasi sebelumnya, Insya Allah semua itu tidak akan pernah terjadi. Saat ini, hancurnya bahtera rumah tangga sebagian besar disebabkan karena para isteri telah melupakan kodratnya dengan mengatasnamakan "persamaan gender". Ini contoh nyata yang ada dalam fenomena kehidupan saat ini. tidak sedikit juga para perempuan yang mempunyai Pria Idaman Lain.
Bahkan yang sangat ironis adalah mereka rela meninggalkan keluarga mereka demi memuaskan kehendak pribadinya yang hanya sesaat.

Ada. sebuah cerita dari seorang kawan yang curhat tentang perilaku isterinya. Dia merasa kalau kehidupan rumah tangganya hambar dan tidak ada keharmonisan lagi. Isterinya sudah tidak lagi menghormatinya sebagai seorang suami. Berangkat kerja pagi dan pulang malam hari. Setiap kali diajak "ngomong" tentang kondisi tersebut, si isteri selalu menghindar. Bahkan belakangan suami merasa curiga kalau isterinya mempunyai Pria Idaman Lain. Perubahan secara fisik penampilan dirinya menjadi "pengganggu" tersendiri bagi suaninya, bahkan suaminya merasa curiga kalau sterinya sudah tidak mencintainya lagi.Apalagi mereka berdua belum dikaruniai seorang "momongan". Ada kecurigaan dari sang suami kalau isterinya menjalin hubungan kembali dengan mantan pacarnya ketika SMA. Mengapa demikian? Perubahan penampilan tersebut terjadi setelah isterinya mengikuti reuni SMA yang diadakannya bersama dengan teman-temannya. Ditambah sikap isterinya yang terkesan menghindar darinya, semakin memperkuat alibinya untuk mencurigai isterinya.

Konflik rumah tangga seperti contoh tersebut diatas tidak sedikit terjadi dimasyarakat sekitar kita.
Ketidak pahaman isteri akan porsi dan posisinya dalam rumah tangga menyebabkan keretakan hubungan pasangan suami isteri. Disisi lain, seorang suami juga memegang peranan yang cukup penting juga dengan kondisi tersebut. Sikap suami yang "cuek", tidak menghargai,tidak menjaga penampilan dan seenaknya sendiri kepada isterinya juga menjadi pemicu munculnya Pria Idaman Lain dalam bahtera rumah tangganya. Sebenarnya tidak sepantasnya "kebosanan" dalam mengarungi bahtera rumah tangga menjadi peluang suami atau isteri untuk berbuat dosa. Ingatlah ketika pertama kali mengucapkan ikrar dihadapan penghulu untuk membina bahtera rumah tangga bersama. Sungguh indah dan dunia seakan menjadi milik berdua. Tidak ada orang lain yang menghuninya kecuali mereka berdua. Dimanakah posisi dan kedudukan Qowwam (suami) dalam rumah tangga?

Dalam kondisi seperti tersebut diatas, jelas bahwa "Qowwam" dalam rumah tangga tidak ada "harganya". Suami dan isteri berada dalam satu garis linear, dimana keduanya mempunyai potensi untuk menjadi "Qowwam" dalam bahtera rumah tangga mereka. Jelas akan muncul konflik yang kalau dibiarkan akan menjadi "bom waktu" yang siap untuk meledak. Kenyataan yang ada bahwa pasangan suami isteri yang sama-sama bekerja mempunyai potensi besar untuk meledakkan "bom waktu" tersebut. Kondisi fisik dan psikis mereka yang tidak mendukung untuk harmonisnya bahtera rumah tangga mereka menjadi alasan nomer satu pemicu konflik dalam sebuah bahtera rumah tangga, yang pada akhirnya nanti akan berujung pada perceraian apabila tidak tertangani dengan baik dan benar.

Islam memberikan sebuah solusi positif atas permasalahan yang muncul dalam sebuah bahtera rumah

tangga. Agama yang penuh rahmat untuk semesta alam ini telah menegaskan dalam al-qur'an bagaimana posisi atau kedudukan seorang suami atas isterinya dan bagaimana seorang suami memuliakan isterinya.
"Orang lelaki (suami sebagai wali berkuasa atas isteri-isterinya, karena kelebihan yang telah diberikan oleh
Allah  pada masing-masing, dan karena belanja mereka berikan dari harta mereka sendiri. Maka wanita yang shalihah itu ialah yang taat, dapat memlihara diri diwaktu tidak adanya suami sebagaimana pemeliharaan Allah". (Q.S. An-Nisa':4)
Dari ayat tersebut diatas, sangat jelas bahwa yang berhak untuk memberikan nafkah/menafkahi keluarga itu adalah suami BUKAN isteri. kalau pada saat ini sudah terjadi "pelanggaran" atas apa yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan keluarnya para perempuan dari rumahnya untuk "mencari nafkah", pasti akan muncul akibat dari apa yang mereka lakukan. Salah satunya adalah dengan "arogansi" perempuan untuk tidak mau diatur suaminya. Karena dia merasa sudah mampu untuk membantu menafkahi keluarganya dan mempunyai penghasilan sendiri. Kalau kondisinya seperti ini, bukan kemaslahatan yang didapat, melainkan justru kehancuran dari bahtera rumah tangga itu sendiri. Ada salah satu hadits Rasulullah berkaitan dengan kedudukan seorang suami dimata isterinya. Hadits tersebut menyebutkan bahwa apabila seorang suami menginginkan istrinya untuk "melayaninya" dan si isteri menolak, maka semua apapun yang dilakukan oleh si isteri tersebut tidak akan mendapatkan apa-apa sampai si suami meridhoi dia kembali. Begitu "tingginya" kedudukan seorang suami atas isterinya. Bahkan masuk dan tidaknya seorang perempuan kedalam surga kalau kita juga tergantung dari ridho si suami dengan penekanan bahwa ridho suami juga merupakan salah satu jalan untuk bisa diterima atau tidaknya ibadah seorang isteri dihadapan Allah.

Kedudukan laki-laki dan perempuan dimata Allah adalah sama, semua tergantung dari amal
perbuatannya. Akan tetapi dalam kehidupan berumah tangga, suami mempunyai kedudukan yang lebih dari isterinya karena tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Menjadi seorang Qowwam adalah tidak mudah, harus pandai dalam bersikap kepada makmumnya agar si makmum merasa nyaman, aman dan bahagia bersamanya. Bagaimana dengan para Qowwam?














Tidak ada komentar:

Posting Komentar