Sabtu, 09 Maret 2013

Akulah Qowwam-mu !!!

Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (istrinya). Sitiran ayat Al-Qur'an tersebut sekilas terlihat tidak begitu penuh makna. Hanya seperti sebuah anjuran kepada para isteri agar mematuhi suaminya selama masih berada dalam koridor yang benar (menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah). Kondisi masyarakat yang ada pada saat ini, sudah jauh dari aturan tersebut. Para perempuan mempunyai dunia sendiri yang dilegitimasikan dengan adanya propaganda tentang kesetaraan gender atau yang lebih bekennya diberi nama pengarasutaman gender, dimana pada realitanya tidak sesuai dengan idelaisme yang hendak dimunculkan oleh penggagas diawal. Kalau kita mau berpikir secara positif, sebenarnya pengarusutaman gender yang digembar-gemborkan oleh si pencetus ide dipahami berbeda oleh para perempuan yang saat ini dengan bangganya menyandang predikat sebagai perempuan bekerja atau istilah kerennya adalah wanita karier.

Pernah pada suatu hari, ketika ada perkuliahan dosen dari Unmuh Jember, aku sempat berbincang-bincang dengan dosenku. Beliau menceritakan fenomena yang tidak menyenangkan tentang hubungan suami isteri pada saat ini. Berdasarkan dari beberapa teman yang kebetulan berdiskusi bersama, ada kecenderungan bahwa mereka mengalami "kemalasan" dalam melakukan hubungan intim dengan suaminya. Ketika kami (aku dan dosenku) bertanya kepada mereka, jawaban yang kami dengar sungguh membuat kami terkejut. Betapa tidak, mereka mengatakan bahwa mereka malas melakukan itu karena mereka sudah merasa penat dan capek dengan aktifitas di sekolah dan berbagai kesibukan lainnya diluar rumah. Jadi ketika suami menginginkannya, mereka cenderung untuk menolaknya karena memang kondisi fisik mereka sudah tidak memungkinkan untuk melakukan itu. Dan yang lebih membuat kami terkejut, mereka mengatakan kalau gairah mereka untuk melakukan itu sudah pudar, tidak begitu menggebu-gebu seperti dulu. Lalu bagaimana dengan suami mereka? Sungguh jawaban yang tidak kami duga sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa suami mereka juga harus mengerti mereka karena mereka sudah seharian capek bekerja diluar rumah.

Sebuah fenomena yang sungguh fenomenal. Perempuan sudah tidak lagi menjadi  "konco wingking" yang selalu menghormati suami secara layak dan menempatkannya pada tempat yang "terhormat", baik dihatinya, dan dimanapun dia berada saat ini, statement tersebut sudah tidak berlaku lagi. Para wanita lebih suka dirinya diperlakukan sebaliknya oleh suami mereka. Bukan mereka yang menghormati suami mereka, melainkan mereka yang minta "dihormati" oleh suami mereka karena posisi mereka secara finansial lebih dari suami mereka. Realita inilah yang banyak memunculkan konflik rumah tangga yang terkadang tidak disadari oleh para perempuan yang mengejar karier mereka diluar rumah. Mereka beranggapan bahwa itu adalah hal biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Akan tetapi apakah suami mereka juga beranggapan demikian?

Munculnya wanita idaman lain dalam kehidupan berumah tangga adalah salah satu dampak yang jelas atas pengarusutaman gender yang salah kaprah. Dimana para perempuan yang merasa mendapat angin segar telah melupakan kodrat mereka sebagai seorang isteri atau pendamping hidup bagi suaminya dan ibu bagi anak-anaknya.Kalau sampai terjadi seperti itu, maka suami dan wanita ketiga itulah yang dipersalahkan. Harusnya jangan mencari kambing hitam atas kesalahan yang telah dilakukan oleh mereka sendiri. Introspeksi diri adalah langkah terbaik untuk memperbaiki semuanya. Kalau kita sebagai seorang isteri bisa mengantisipasi sebelumnya, Insya Allah semua itu tidak akan pernah terjadi. Saat ini, hancurnya bahtera rumah tangga sebagian besar disebabkan karena para isteri telah melupakan kodratnya dengan mengatasnamakan "persamaan gender". Ini contoh nyata yang ada dalam fenomena kehidupan saat ini. tidak sedikit juga para perempuan yang mempunyai Pria Idaman Lain.
Bahkan yang sangat ironis adalah mereka rela meninggalkan keluarga mereka demi memuaskan kehendak pribadinya yang hanya sesaat.

Ada. sebuah cerita dari seorang kawan yang curhat tentang perilaku isterinya. Dia merasa kalau kehidupan rumah tangganya hambar dan tidak ada keharmonisan lagi. Isterinya sudah tidak lagi menghormatinya sebagai seorang suami. Berangkat kerja pagi dan pulang malam hari. Setiap kali diajak "ngomong" tentang kondisi tersebut, si isteri selalu menghindar. Bahkan belakangan suami merasa curiga kalau isterinya mempunyai Pria Idaman Lain. Perubahan secara fisik penampilan dirinya menjadi "pengganggu" tersendiri bagi suaninya, bahkan suaminya merasa curiga kalau sterinya sudah tidak mencintainya lagi.Apalagi mereka berdua belum dikaruniai seorang "momongan". Ada kecurigaan dari sang suami kalau isterinya menjalin hubungan kembali dengan mantan pacarnya ketika SMA. Mengapa demikian? Perubahan penampilan tersebut terjadi setelah isterinya mengikuti reuni SMA yang diadakannya bersama dengan teman-temannya. Ditambah sikap isterinya yang terkesan menghindar darinya, semakin memperkuat alibinya untuk mencurigai isterinya.

Konflik rumah tangga seperti contoh tersebut diatas tidak sedikit terjadi dimasyarakat sekitar kita.
Ketidak pahaman isteri akan porsi dan posisinya dalam rumah tangga menyebabkan keretakan hubungan pasangan suami isteri. Disisi lain, seorang suami juga memegang peranan yang cukup penting juga dengan kondisi tersebut. Sikap suami yang "cuek", tidak menghargai,tidak menjaga penampilan dan seenaknya sendiri kepada isterinya juga menjadi pemicu munculnya Pria Idaman Lain dalam bahtera rumah tangganya. Sebenarnya tidak sepantasnya "kebosanan" dalam mengarungi bahtera rumah tangga menjadi peluang suami atau isteri untuk berbuat dosa. Ingatlah ketika pertama kali mengucapkan ikrar dihadapan penghulu untuk membina bahtera rumah tangga bersama. Sungguh indah dan dunia seakan menjadi milik berdua. Tidak ada orang lain yang menghuninya kecuali mereka berdua. Dimanakah posisi dan kedudukan Qowwam (suami) dalam rumah tangga?

Dalam kondisi seperti tersebut diatas, jelas bahwa "Qowwam" dalam rumah tangga tidak ada "harganya". Suami dan isteri berada dalam satu garis linear, dimana keduanya mempunyai potensi untuk menjadi "Qowwam" dalam bahtera rumah tangga mereka. Jelas akan muncul konflik yang kalau dibiarkan akan menjadi "bom waktu" yang siap untuk meledak. Kenyataan yang ada bahwa pasangan suami isteri yang sama-sama bekerja mempunyai potensi besar untuk meledakkan "bom waktu" tersebut. Kondisi fisik dan psikis mereka yang tidak mendukung untuk harmonisnya bahtera rumah tangga mereka menjadi alasan nomer satu pemicu konflik dalam sebuah bahtera rumah tangga, yang pada akhirnya nanti akan berujung pada perceraian apabila tidak tertangani dengan baik dan benar.

Islam memberikan sebuah solusi positif atas permasalahan yang muncul dalam sebuah bahtera rumah

tangga. Agama yang penuh rahmat untuk semesta alam ini telah menegaskan dalam al-qur'an bagaimana posisi atau kedudukan seorang suami atas isterinya dan bagaimana seorang suami memuliakan isterinya.
"Orang lelaki (suami sebagai wali berkuasa atas isteri-isterinya, karena kelebihan yang telah diberikan oleh
Allah  pada masing-masing, dan karena belanja mereka berikan dari harta mereka sendiri. Maka wanita yang shalihah itu ialah yang taat, dapat memlihara diri diwaktu tidak adanya suami sebagaimana pemeliharaan Allah". (Q.S. An-Nisa':4)
Dari ayat tersebut diatas, sangat jelas bahwa yang berhak untuk memberikan nafkah/menafkahi keluarga itu adalah suami BUKAN isteri. kalau pada saat ini sudah terjadi "pelanggaran" atas apa yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan keluarnya para perempuan dari rumahnya untuk "mencari nafkah", pasti akan muncul akibat dari apa yang mereka lakukan. Salah satunya adalah dengan "arogansi" perempuan untuk tidak mau diatur suaminya. Karena dia merasa sudah mampu untuk membantu menafkahi keluarganya dan mempunyai penghasilan sendiri. Kalau kondisinya seperti ini, bukan kemaslahatan yang didapat, melainkan justru kehancuran dari bahtera rumah tangga itu sendiri. Ada salah satu hadits Rasulullah berkaitan dengan kedudukan seorang suami dimata isterinya. Hadits tersebut menyebutkan bahwa apabila seorang suami menginginkan istrinya untuk "melayaninya" dan si isteri menolak, maka semua apapun yang dilakukan oleh si isteri tersebut tidak akan mendapatkan apa-apa sampai si suami meridhoi dia kembali. Begitu "tingginya" kedudukan seorang suami atas isterinya. Bahkan masuk dan tidaknya seorang perempuan kedalam surga kalau kita juga tergantung dari ridho si suami dengan penekanan bahwa ridho suami juga merupakan salah satu jalan untuk bisa diterima atau tidaknya ibadah seorang isteri dihadapan Allah.

Kedudukan laki-laki dan perempuan dimata Allah adalah sama, semua tergantung dari amal
perbuatannya. Akan tetapi dalam kehidupan berumah tangga, suami mempunyai kedudukan yang lebih dari isterinya karena tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Menjadi seorang Qowwam adalah tidak mudah, harus pandai dalam bersikap kepada makmumnya agar si makmum merasa nyaman, aman dan bahagia bersamanya. Bagaimana dengan para Qowwam?














Rabu, 06 Maret 2013

Tips Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

Bahtera rumah tangga adalah sebuah "seni" dalam hidup ini. Terkadang berlayar tenang, terkadang
bergoncang-goncang karena terpaan angin dan ombak.Bahkan tidak menutup kemungkinan bahtera tersebut bisa hancur berkeping-keping jika hantaman yang menerpanya terlalu dahsyat.akan tetapi, jika bahtera tersebut bisa mengarungi angin dan ombak serta karang yang menerpa, Insya Allah akan sampai di pulau "harapan" dengan selamat.

Dalam kehidupan ini, tidaklah semudah yang kita bayangkan. Ketika awal pernikahan, kita mempunyai sebuah idealisme untuk rumah tangga kita nanti harus seperti apa. Realita berbicara lain. Semua berbalik tiga ratus enam puluh derajat. Idealisme yang kita miliki tidak mampu untuk meng-counter semua realita kehidupan yang ada di sekitar kita. Apalagi dengan berjalannya waktu, setahun, dua tahun sampai lima tahun adalah masa rawan dalam sebuah bahtera rumah tangga. Apabila masa tersebut bisa terlewati, Insya Allah semua akan baik-baik saja.

Berikut ada delapan tips yang Insya Allah bisa dijadikan acuan bagi pasangan suami isteri yang ingin agar rumah tangganya bisa harmonis, sakinah mawaddah warahmah. Tips tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meluruskan kembali niat
   Ketika kita menikah, yang perlu ditata pertama kali adalah niat kita, yaitu menikah karena ingin  
melaksanakan perintah Allah dan menjalankan sunnah Rasul. Artinya, ketika kita akan menikah, niat kita adalah untuk beribadah kepada-Nya dan bukan yang lain. Jika demikan yang ada dalam hati kita, Insya Allah kita akan mudah dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga kita. Dalam kondisi susah ataupun senang, kita akan selalu bersyukur, tersenyum dan menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi. Tidak akan pernah ada sedikitpun keluh kesah yang akan kita keluarkan kepada siapapun, termasuk Allah jika kita "menikmati" dan menerima kondisi rumah tangga kita dengan penuh keihklasan dan kesabaran plus rasa syukur. Kita akan selalu tersenyum dan tersenyum...kepada suami kita, kepada anak-anak kita dan kepada orang-orang disekitar kita. Kita akan membawa rahmat untuk orang-orang yang ada disekitar kita. Rahmat untuk semesta alam.

2. Selalu berpegang pada Qur'an dan Sunnah
    Setelah meluruskan niat, yang lebih penting lagi adalah kembali menata hati kita untuk tetap berpegang pada Qur'an dan Sunnah. Tanpa pegangan tersebut, hidup kita kan hambar, penuh dengan
ketidak tenangan dan bisa jadi muncul berbagai permasalahan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Qur'an dan sunnah adalah dua hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang yang mengaku dirinya itu muslim atau muslimah. Mengapa demikian? Karena dalam keduanya, terdapat hikmah-hikmah yang bisa kita ambil untuk kita jadikan pegangan dalam mengarungi kehidupan ini, khususnya dalam kehidupan berumah tangga. Insya Allah kalau selalu berpegang pada keduanya, tidak akan pernah muncul permasalah-permasalahan dalam kehidupan beruma tangga, karena semua kita kembalikan kepada Qur'an dan Sunnah. Jadi dalam menyelesaikan permasalahan tidak akan pernah memunculkan perdebatan yang tidak ada manfaatnya. Karena satu tujuan dan satu "pegangan", Insya Allah bahtera rumah tangga kita akan berjalan tanpa halangan yang berarti. Ibaratnya, meskipun badai dan karang menghadang, semua akan bisa terlampaui dengan tenang dan aman.

3. Menyamakan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga
    Menyamakan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah hal sangat prinsip.
Sebuah bahtera, tidak akan bisa kalau memiliki dua nahkoda yang berbeda tujuan. Alhasil, bahtera tersebut akan kandas diterjang oleh batu karang yang menghadang. Begitu juga dengan kehidupan berumah tangga. Antar suami dan isteri harus memiliki visi dan misi hidup yang sama. Artinya apa yang menjadi tujuan dari kehidupan berumah tangga mereka? Harus ada kesepakatan diawal karena itu sangat menentukan bagi perjalanan kehidupan rumah tangga mereka. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka akan bisa berjalan lancar tanpa hambatan kalau mereka mempunyai tujuan hidup yang berbeda? Penyamaan visi dan misi dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga Insya Allah akan memudahkan keduanya dalam menentukan "planning" tentang arah dan tujuan mereka hidup bersama sebagai suami dan isteri serta bagaimana mengelola anak-anak mereka. Tidak sedikit kemelut rumah tangga muncul dikarenakan tidak adanya persamaan visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang mereka jalani.

4. Saling Menghargai
   Sikap saling menghargai sangat diperlukan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Dengan adanya sikap saling menghargai akan sangat membantu untuk meningkatkan harga diri dari masing-
masing pasangan suami isteri. Ketika suami bisa menghargai isterinya dengan semua kekurangan yang dimilikinya, maka si isteri akan menjunjung tinggi suaminya dan menghormatinya dengan sepenuh hati. Bukan karena takut atau apapun, tetapi karena dia merasa mendapatkan sesuatu yang lebih dari pasangannya dan Insya Allah dia akan membalasnya dengan yang lebih baik lagi dari itu.Memang terkadang sulit untuk memunculkan sikap seperti itu, apalagi pada pasangan suami isteri yang masing-masing berpegang pada prinsipnya masing-masing bahwa dia harus mendapatkan penghargaan dan perhatian lebih dari pasangannya dengan menafikkan bahwa pasangannya mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus dibenahinya agar menjadi baik, bahkan menjadi yang terbaik. Kalau sudah seperti itu, sebaiknya introspeksi diri masing-masing dan merenungkan dengan sedalam-dalamnya bahwa Allah memasangkan kita dengan pasangan kita adalah karena kelebihan yang ada pada diri kita adalah kelemahan dari pasangan kita, begitu juga sebaliknya. Karena itu, dengan bersikap saling menghargai masing-masing pribadi akan menjadikan semuanya jauh lebih baik.

5. Menjaga efektifitas komunikasi yang ada diantara suami dan isteri
    Komunikasi efketif adalah hal yang sangat penting juga dan tidak dapat ditinggalkan dalam
kehidupan berumah tangga. Banyak kasus perceraian yang terjadi karena tidak efektifnya komunikasi diantara pasangan suami isteri. Bagaimana mengaktifkan komunikasi diantara pasangan suami isteri? Salah satu harus ada yang memulai. Kalau suami kurang begitu perhatian dengan isteri, maka isteri harus proaktif memulai berkomunikasi dengan suami untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkannya saat itu. Mengapa dia menjadi agak pendiam? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan dari kita, ataukah ada sesuatu yang kurang dari kita? Insya Allah kalau kita melakukannya dengan baik dan santun, suami akan dengan senang hati memberitahukan kepada isteri tentang apa yang sedang dipikirkannya, atau mengungkapkan apa yang "dimaui-nya" dari isterinya tercinta. Dengan demikian, suami tidak akan segan-segan untuk menceritakan apapun yang dialaminya selama seharian bekerja kepada kita. Suasana akan menjadi indah dan nyaman karena adanya komunikasi yang efektif diantara suami dan isteri. Imbas dari semua itu adalah terjadinya komunikasi yang efektif pula diantara orang tua dan anak.

6. Sentuhan yang berarti
   Hal yang satu ini, terkadang bahkan bisa dikatakan sembilan puluh persen pasutri tidak memperhatikannya. Mengapa? Mereka beranggapan bahwa hal tersebut tidak perlu. Riset membuktikan bahwa dengan sentuhan-sentuhan kecil yang diberikan oleh suami kepada isteri atau
sebaliknya, akan menambah nikmatnya kehidupan berumah tangga. Suasana akan seperti ketika saat pertama kali menjadi "pengantin". Hati masing-masing pasangan akan merasa berbunga-bunga setiap kali bertemu dengan pasangannya (suami atau isteri). Pancaran keharmonisan akan selalu terpancar dari keduanya. Hubungan intimpun akan berjalan dengan baik karena masing-masing merasa membutuhkannya, bukan salah satu saja yang membutuhkannya. Jika keadaan tersebut berjalan dengan baik, maka Insya Allah rumah tangga akan selalu harmonis karena adanya hubungan timbal balik yang positif diantara pasangan suami isteri.

7. Keterbukaan diantara suami dan isteri
   Kalau yang ini jelas sangat...sangat...dan sangat penting sekali. Keterbukaan diantara suami dan
isteri akan menjadikan hati masing-masing menjadi aman dan tenang. Suami tahu apapun yang dilakukan oleh isterinya, baik didalam, khususnya diluar rumah. Begitu juga sebaliknya, isteri juga tahu apapun yang dilakukan suaminya diluar rumah. Tidak salah juga kalau masing-masing pasangan juga mengetahui dengan siapa pasangannya berhubungan selama beraktifitas diluar rumah. Dengan demikian, tidak akan ada rasa saling curiga satu sama lain yang nantinya akan memunculkan rasa cemburu yang berlebihan kepada pasangannya. Keterbukaan disini bukan hanya itu saja. Dalam hal mengalokasikan keuangan keluarga juga harus ada keterbukaan. Karena hampir sebagian besar pemicu pertengkaran dalam rumah tangga adalah karena adanya kecurigaan dari pasangannya akan "pengalokasian" keuangan keluarga yang dianggapnya tidak jelas. Artinya uang habis begitu saja tanpa ada kejelasan dipergunakan untuk apa.

8. Body Language
   Sebagai orang timur, terkadang kita kurang begitu memperhatikan tentang masalah body language
atau bahasa tubuh dari masing-masing pasangan kita. Ketika kita tahu bahasa tubuh dari pasangan kita, Insya Allah kita akan tahu apa yang diinginkannya dari kita.Misalnya, ketika pasangan kita senang menyentuh bagian sensitif dari tubuh kita ketika berpapasan atau sedang beraktifitas bersama, maka kita harus tanggap bahwa dia sedang menginginkan kita untuk "melayani kebutuhannya". Apabila kita tidak peka dengan bahasa tubuh pasangan kita, akan terjadi hambatan komunikasi diantara kita dan pasangan kita. Pengaruhnya jelas pada keharmonisan rumah tangga kita.

Semoga kita bisa memperbaiki bahtera rumah tangga kita menjadi lebih sakinah, mawaddah dan warahmah....aamiin
















Minggu, 03 Maret 2013

UMMI........KENAPA AKU HARUS SHALAT?


Cerita ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, ketika anakku yang pertama masih bersekolah di Taman
Kanak-Kanak. Nama anakku adalah Dziyaaul Haqqi Ahmad, panggilannya Haqqi. Memang, sejak bayi sampai sekarang, perkembangan kognitifnya sangat menonjol, kecerdasan visual spasial dan logik matematiknya sangat tinggi. Dan daya nalarnya berkembang sangat baik sekali untuk anak seusianya.Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah.

Setiap kali berangkat dan pulang sekolah, dia selalu minta untuk naik becak. Alasannya adalah dengan naik becak, dia bisa melihat banyak hal selama perjalan dan biasanya bertanya tentang apa yang dilihatnya. Pagi itu, kami naik becak berdua ke sekolahnya. Kebetulan oleh si tukang becaknya dilewatkan jalur yang lain, tidak seperti biasanya. Waktu lewat didepan sebuah masjid, dia bertanya tentang kenapa masjid kok ada kubahnya, kenapa kok harus ada imam ketika shalat dan yang menarik adalah pertanyaannya tentang "kenapa aku setiap hari harus shalat?".

Wah, sempat bingung juga ya mendapatkan pertanyaan seperti itu dari anak usia tiga tahun. Kalau yang bertanya orang dewasa sih gampang menjawab dan menjelaskannya. Nah ini anak kecil yang nalarnya masih belum sempurna. Terus bagaimana aku menjelaskannya? Dalam hati aku memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk menjawab pertanyaan anakku itu. Aku terbiasa menjadikan PR pertanyaan-pertanyaan dari anak-anakku yang masih belum bisa terjawab hari itu. Sejenak aku terdiam. Aku harus memulai dari mana ya? Sementara itu apakah nalar anak seusia itu bisa menerima semua penjelasanku?

Akhirnya, Bismillah dengan penuh kehati-hatian aku berusaha menjawab pertanyaan anakku tadi. Aku mengulas dulu tentang kenapa kita harus makan. Setiap orang harus makan untuk mendapatkan
kekuatan. Dengan makanan yang kita makan, kita bisa melakukan semua aktifitas kita, karena adanya kekuatan dari makanan yang kita makan. Nah, kalau kita tidak makan, bagaimana kita bisa beraktifitas dengan baik dalam kondisi lapar? Sholat juga seperti itu. Kita membutuhkan shalat karena Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah.Beribadah disini adalah semua, apapun yang kita lakukan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, itulah yang dinamakan dengan ibadah.Asalkan tidak melanggar semua aturan-aturan atau perintah-perintah Allah. Artinya adalah semua perbuatan-perbuatan kita yang baik dan tidak melanggar aturan yang sudah diberikan oleh Allah, itulah yang dinamakan ibadah.

Kulihat sejenak wajah anakku, sembari mengusap kepalanya, aku bertanya apakah dia mengerti apa yang aku katakan. Kemudian dia bertanya, "Kalau begitu Ummi,  aku sekolah ini juga ibadah ya?". Subhanallah, jawaban yang exellent untuk anak seusianya. "That's right mas, benar sekali jawabannya", jawabku. Alhamdulillah Ya Allah, Engkau telah memberiku seorang anak yang cerdas...semoga dia juga menjadi anak yang shalih...Insya Allah aamiin.

Selanjutnya, aku menjelaskan bahwa shalat itu dibutuhkan oleh setiap orang karena shalat itu sama
dengan makan, yaitu sumber kekuatan hidup manusia. Sumber kekuatan untuk melakukan kebaikan dalam hidupnya. Kalau manusia tidak shalat, dia tidak akan bisa melakukan semua ibadahnya dengan baik. Seperti orang yang lapar tadi, badan terasa lemas dan tidak bertenaga.
Demikian juga dengan shalat. Orang yang tidak mau melakukan shalat dalam hidupnya sama dengan orang yang lapar tadi. Dia tidak akan bisa beraktifitas dengan baik, pastinya dia akan selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah. Mengapa begitu? Karena tidak ada yang menjadi “rem”-nya. Ibarat sebuah sepeda, remnya rusak, jadi jalannya kencang dan tidak terkendali. Akhirnya, sepeda tadi akan jatuh dan orang yang menaikinya akan terjatuh.

“Berarti, kalau aku tidak shalat, Allah akan marah ya Ummi?”, tanyanya lagi. Dengan penuh kasih sayang kuusap kepalanya dan kupeluk dia. Kubisikkan dalam telinganya, “Ummi do’akan kamu menjadi anak yang shalih, yang selalu berada dijalan-Nya. Insya Allah aamiin”.
Terkadang kita tidak tahu, betapa pandainya anak-anak kita. Betapa kritisnya mereka. Apapun yang ada dihadapan mereka, mereka selalu ingin mengetahuinya, termasuk apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah. Kita sebagai orang tua harus pandai-pandai memilih dan memilah, baik kata-kata ataupun amal perbutan kita agar anak-anak kita bisa mengambil suri teladan dari apa yang kita lakukan.

Jadilah seorang ibu, seorang mama, seorang ummi yang pandai untuk anak-anakmu. Karena jika
seorang ibu itu “pandai”Insya Allah anaknya juga akan menjadi anak-anak yang pandai. Sekilas cerita tersebut adalah salah satu gambaran pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh anak-anak kita. Nah, kalau kita tidak “pandai” dan tidak paham dengan anak-anak kita, pasti yang keluar bukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh anak kita, tetapi kita akan memarahi anak kita dan mengatakan kepadanya untuk DIAM dan tidak berbicara lagi. Ummi seperti apakah kita?





















Jumat, 01 Maret 2013

Aku Juga Butuh "Diakui"!!!

 Enam tahun yang lalu, masih lekat dalam ingatanku, ada salah seorang wali murid yang datang ke rumah. Dia curhat tentang keponakannya yang sekarang bertambah "nakal". Katanya dulu anak tersebut baik sekali, tidak pernah membantah dan selalu taat kepada orang tuanya. Akan tetapi ketika dia menginjak kelas tiga Sekolah Dasar dan mempunyai adik, "nakalnya" sungguh luar biasa. Kemudian aku bertanya, "nakal" yang seperti apa sih bunda?". Karena kalau aku melihat, di sekolah anakku, pada usia kelas tiga dan empat itulah masa eksplorasi diri dari anak, sehingga dia membutuhkan penghargaan dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya tentang eksistensi dirinya.

Kemudian, wali muridku tadi bercerita tentang keponakannya. Saat ini, anak tersebut menjadi pembangkang, selalu membantah apapun yang dikatakan oleh ibunya. Bahkan yang lebih parah lagi, setiap pulang sekolah, dia selalu pergi bersepeda ke Pelabuhan Tanjung Perak. Ketika ditanya, jawabannya sungguh mengejutkan, yaitu karena dia merasa nyaman disana sambil menyaksikan lalu lalang orang yang pergi dan datang dengan kapal.



Sejenak aku terdiam mendengar penuturan dari wali muridku tadi. Masya Allah, aku merasa kasihan benar dengan anak tersebut. Aku menyarankan kepada tantenya untuk mempertemukan aku dengan ibunya agar bisa berbicara empat mata dan menyelesaikan permasalahan anaknya tersebut.

Ada lagi sebuah cerita, tentang anak usia kelas empat Sekolah Dasar. Bundanya merasa kewalahan dengan kebiasaannya berbohong dan "kenakalan" yang sekarang dilakukan oleh anaknya. Bahkan "katanya" final dari semua perbuatan anaknya itu adalah hukuman fisik yang diberikan oleh ayahnya.


Contoh dua kasus tersebut diatas adalah beberapa penggalan cerita tentang "kenakalan" anak usia tersebut (kelas tiga dan empat Sekolah Dasar). Sebenarnya, kalau orang tua bisa bersikap dengan bijak, kejadian tersebut tidak akan ber-ekor panjang. Penyelesaiannya sebenarnya sangat simple sekali. Kunci dari semua permasalahan tersebut ada di orang tua, khususnya ibunya.



Pada usia delapan sampai sepuluh tahun, setiap anak akan mengalami masa dimana dia mulai ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Dia membutuhkan pengakuan yang positif dari lingkungan dimana dia berada. Apabila semua itu "terwadahi" dengan baik, Insya Allah semua akan berjalan dengan baik pula. Artinya,adalah bahwa pada usia tersebut, anak membutuhkan "sesuatu" yang baru dari lingkungan dimana dia tinggal tentang keberadaan dirinya.

Nah, orang tua harus paham tentang kondisi tersebut. Dengan tidak memunculkan sikap negatif tentang apapun yang dilakukannya. Aku mempunyai empat orang anak. Kedua anakku (nomor satu dan dua) ketika menginjak usia tersebut mengalami hal yang sama pula. Perilakunya yang semula "baik" berubah menjadi "sangat menjengkelkan". Dia suka marah-marah (sensitif), suka mengganggu adik-adiknya, suka berbuat iseng, suka seenaknya sendiri dan suka membantah. Aku dan suami memang pada awalnya sempat bingung dengan kondisi psikis anak kami tersebut. Ada apa dengan anakku? Mengapa perilakunya sangat berbeda dengan sebelumnya? Masya Allah, apa yang harus aku dan suamiku lakukan?


Saat itu, kami tidak bertindak gegabah dengan memberikan feedback negatif kepada anak-anak kami. Bahkan aku dan suami sempat tersenyum melihat perubahan yang terjadi pada diri mereka. Ya Allah, ternyata adiknya juga mengalami hal yang sama dengan kakaknya. Kami berikan kasih sayang lebih kepada mereka. Bahkan ketika semua orang yang ada di rumah menjustifikasi "kenakalannya", kami berusaha menjadi pelindungnya. Memang penuh perjuangan, akan tetapi Alhamdulillah dengan cara yang kami lakukan tersebut membuahkan hasil yang memuaskan.


Berikut ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi dan mengeliminasi permasalahan yang muncul dengan anak-anak kita pada usia tersebut. Ada lima cara yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut :



1.Jika anak salah jangan langsung dimarahi

Ketika anak berbuat salah,seorang anak pasti merasa takut dan gelisah.  Langkah terbaik yang kita lakukan adalah dengan menegur mereka dengan halus agar dapat menenangkan perasaan mereka. Setelah itu, kita tunjukan kepada mereka dimana letak kesalahan yang sudah mereka lakukan dan bagaimana mengambil langkah terbaik untuk memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan oleh sang anak.


2.Selalu ada waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga

Komunikasi adalah kunci dari semua permasalahan yang muncul antara orang tua dengan anaknya. Pada kasus tersebut diatas, perlu adanya keterbukaan antara orang tua dan anak. Orang tua perlu tahu apa yang diinginkan oleh anak, begitu pula sebaliknya, Anak juga harus "ditahukan" apa maunya orang tua. Dengan adanya komunikasi dua arah ini, akan memudahkan bagi orang tua dan anak menempatkan diri pada posisinya masing-masing.  Interaksi yang dilakukan antara orang tua dengan anak melalui  komunikasi dua arah tersebut, akan mengikis jarak yang muncul diantara orangtua dan anak.



3.Ajarkan kepedulian sosial
Anak usia tersebut diatas memang keperdulian terhadap lingkungan sekitarnya agak mengalami kemunduran. Artinya, anak yang semula mempunyai keperdulian sosial yang tinggi yang telah ditanamkan  oleh orang tua sejak dini akan mengalami perubahan. Anak menjadi cuek dan tidak perduli/tidak peka akan lingkungan sekitanya. Nurani anak untuk senantiasa berbagi dan responsif atas kejadian di sekitarnya mengalami penurunan. Nah, pada saat inilah, orang tua mempunyai peranan penting untuk menanamkan kembali tentang nilai-nilai keperdulian terhadap sesama tersebut. Dengan mereview kembali apa yang sudah diberikan kepada anak tentang keperdulian akan lingkungan sosial mereka, Insya Allah akan menjadikan anak peka kembali dan memiliki keperdulian sosial yang tinggi.


4.Tanggung jawab

Pada usia tersebut adalah saat yang "sangat tepat" untuk memunculkan kemabali rasa tanggung jawab pada diri anak. Ajarkan contoh-contoh kecil untuk bertanggung jawab akan apa yang sudah dilakukannya. Orang tua selalu dan tidak bosan-bosannya mengingatkan kepada anak akan apa arti tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari, misalnya selepas bermain ajari anak untuk merapikan mainannya. Apabila dibiasakan,tanggung jawab anak akan muncul dalam linkungan kesehariannya. Dengan catatan bahwa perilaku dari orang tua juga mendukung untuk itu.




5. Memberi Teladan
Orang tua adalah teladan terbaik untuk anaknya. Seorang anak pada umumnya mempunyai sifat menirukan apa yang orang tuanya lakukan. Jadi berikanlah contoh hal-hal yang baik kepada anak-anak kita agar mereka juga menirukan hal yang baik pula. Seperti contoh tentang bagaimana mengajarkan shalat. Ketika kita memaksa mereka untuk mau melakukan shalat, terkadang sulitnya bukan main. Akan tetapi dengan cotoh riil dari orang tua, Insya Allah anak akan mengikutinya. Kedua anakku selalu aku ingatkan untuk shalat tepat waktu dan menjalankan shalat-shalat sunnah. Pada awalnya kami sempat bingung juga bagaimana cara memotivasi mereka supaya mau melakukannya. Alhamdulillah dengan contoh riil dari kami orang tuanya, sekarang ini mereka sudh terbiasa untuk shalat tepat waktu dan melakukan shalat-shalat sunnah sebgaimana yang kami lakukan.



Semoga tulisan tersebut bisa menjadi renungan bagi kita sebagai orang tua dalam mendidik dan membesrkan anak-anak kita dan mengantarkan mereka menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Insya Allah Aamiin.