Senin, 11 Februari 2013

Anak Perlu Dimengerti BUKAN Harus Mengerti Orang Tua

Anak adalah unik, berbeda antara satu dengan yang lain. Tidak ada anak yang sama karakter dan kecerdasannya. Semua pasti berbeda. Keunikan itulah yang harusnya dipahami oleh para orang tua sehingga kita tidak mendzolimi anak-anak kita. Yang terpenting adalah bahwa kita sebagai orang tua harus yakin kalau Insya Allah anak-anak kita adalah anak-anak hebat yang diciptakan oleh Allah dan diberikan kepada kita. Tergantung bagaimana kita mengelolanya.

Anakku yang pertama, Alhamdulillah begitu mudah untuk me-manage-nya, sehingga aku tidak perlu lagi repot-repot harus mempersiapkan segala sesuatunya, terutama masalah persiapannya untuk ke sekolah (materi pelajaran). Nah, kebagian anakku yang kedua, berbeda tiga ratus enam puluh derajat. Aku benar-benar bingung bagaimana cara mengelola anak ini. Rasanya terlalu "sulit" dan sedikit "kewalahan" juga sih.ngpas "dong", baiknya minta ampun, tidak ada yang menandingi. tidak rewel, tidak menangis, tidak... tidak... Yang paling aku takutkan adalah ketika dia sedang tidak "dong", aku bisa seharian disuruh menunggunya di sekolah. Ya, seperti pengangguran begitulah. Kalau tidak berpikir demi kebaikan dan pahala yang didapat, Insya Allah emosiku pasti sudah tak tertahankan. Akan tetapi ketika aku mengingat bahwa anak memang terkadang berperilaku seperti itu karena memang dia sedang membutuhkan aku sebagai ibunya. Butuh belaian sayangnya, perhatiannya dan sebagainya dan sebagainya. Intinya adalah kesabaran yang super ekstra dari aku sebagai ibunya dalam me-manage-nya. Aku ingat, pak Madi (=pak Kumis, pendongeng) yang sekarang sudah almarhum pernah bercerita kepadaku tentang betapa pentingnya kesabaran seorang ibu sehingga bisa mengantarkan anaknya menjadi seorang yang sukses. Disebuah desa di kota Jepang, ada seorang ibu yang mempunyai anak masih berusia balita. Anak tersebut sudah sekolah. Pada suatu hari, sepulang dari sekolah,si anak bilang pada ibunya kalau dia ingin menangkap capung di sawah sebelum pulang ke rumah. Kalau kita, mungkin akan menganggap bahwa hal itu adalah tidak penting dan buang-buang waktu saja. Akan tetapi, ibu yang baik hati ini malah tersenyum kepada anaknya dan mengiyakan permintaan anaknya tersebut. Jadilah ibu dan anak tadi berhenti di sebuah persawahan. Si ibu dengan sabar duduk dipinggir sawah dan si anak berlari-lari kegirangan berusaha menangkap seekor capung. Alhamdulillah, seekor capung kecil berhasil ditangkap oleh si anak. Dengan penuh kegembiraan, ditunjukkannya capung tersebut kepada ibunya tercinta. Dan sang ibu menyambutnya dengan penunh kesenangan dan kebanggaan melihat anaknya sudah berhasil menangkap seekor capung kecil. Dari bibirnya terucap sebuah pujian kepada anaknya karena telah berhasil menangkap seekor capung kecil. Bagaimana dengan kita? Bisa jadi, kita malah mencemooh anak kita karena sudah menghabiskan waktu kemudian capung yang ditangkap juga kecil. Akan tetapi, dari sepenggal kisah tadi, beberapa tahun kemudian muncul seorang pemimpin yang hebat yang mampu memahami orang lain, yang selalu bersikap sabar kepada semua bawahannya. Anak tersebut menjadi "hebat" karena sebuah proses alami yang kita anggap sepele.

Anakku yang kedua adalah anak hebat yang punya pendirian yang kuat. Jadi kalau dia sudah punya keinginan terhadap sesuatu, maka apa yang diinginkan itu "harus" didapatkan. Biasanya aku dan suami sering berselisih karena perbedaan keputusan dalam menangani anak tersebut. Akhirnya salah satu harus menurunkan idealismenya agar sang anak juga menurunkan sedikit egonya.

Hal yang paling membuat aku dan suamiku pusing adalah ketika dia aku suruh untuk shalat. Masya Allah, aku dan suami sudah mengerahkan sepenuh tenaga, kesabaran dan strategi agar anakku mau untuk melakukannya. Hasilnya adalah nihil. Dia tidak bergeming meskipun banyak contoh riil dihadapannya. Kalau anakku yang laki-laki, ketika diawal, dia begitu mudah untuk diajak melakukan shalat, nah giliran anakku yang nomor dua ini, dia selalu menolak dengan alasan bahwa dia belum mau shalat, katanya nanti kalau sudah kelas lima. Wah, aku dan suami sempat bingung juga, dipaksa hasilnya malah tidak baik, dibiarkan hasilnya jadi tambah tidak mendukung dia untuk mau melakukan shalat, Finalnya, aku dan suami sepakat kalau kita memberikan contoh riil kepada anak-anak. Insya Allah nanti hasilnya akan terlihat setelah beberapa waktu. Tentunya aku tidak segan-segan selalu bertanya kepada anak-anakku kapan ya dia mau shalat lima waktu.
Waktu berlalu, tak terasa sudah setahun berlalu. Aku dan suamiku selalu mengingatkan anak-anak kami untuk shalat meskipun terkadang mereka terkesan "cuek", yah wajar saja karena usia mereka masih belum baligh, jadi pemahaman mereka akan ritual ibadah masih perlu ditingkatkan lagi.

Pernah suatu ketika, dia aku ajak rapat. Disaat "break" untuk shalat, anakku tidak mau shalat. Aku sempat malu juga dengan kondisi seperti itu. Malu karena aku begitu menggembar-gemborkan untuk shalat tepat waktu tetapi anakku tidak mau melakukan shalat. Ampunilah hamba-Mu ini Ya Allah.
Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, Anakku yang nomor dua sudah naik ke kelas  lima Sekolah Dasar. Wah, saatnya untuk menagih janji yang belum terbayarkan. Dengan penuh kasih sayang, aku dekati dia sambil kuelus-elus kepalanya. Perlahan, aku tanya kedia tentang janjinya untuk memulai shalat lima waktu. Deg-deg-an juga waktu menunggu jawaban darinya. Kulihat anakku hanya terdiam, tak bereaksi. Aduh, bagaimana ini, sepertinya tidak ada "action" apapun. Hanya diam seribu bahasa. Aku terus memuji dan memotivasi anakku untuk mau bangkit.................shalat anakku..................
Beberapa hari kemudian, ada sebuah "surprise" dari Allah untukku. Anakku yang kedua bertanya kepadaku tentang shalat. Bagaimana shalat yang baik, kapan waktu terbaik untuk shalat, diawal atau diakhir, bagaimana sujud yang benar dan sebagainya dan sebagainya. Perlahan aku bertanya kepadanya,"Apakah kamu mau shalat anakku?" Diluar dugaan, anakku menjawab bahwa dia mau shalat lima waktu. Subhanallah, Alhamdulillah ternyata Engkau mengabulkan doa kami ya Allah. Anakku sudah mau melaksanakan kewajibannya, yaitu shalat lima waktu.
Dan yang lebih membanggakan kamis sebagai orang tuanya adalah, bahwa dia sekarang shalatnya tidak hanya shalat lima waktu saja akan tetapi shala Tahajud dan Dhuhanya tidak pernah terlewat. Sekarang, sebelum adzan berkumandang, dia sudah mempersiapkan dirinya untuk siap melaksanakan shalat.......... dan tepat waktu.

Alhamdulillah ya Allah, hasil perjuangan kami tidak sia-sia begitu saja. Dan sekarang kami memetik hasil dari apa yang kami tanam. Anak tidak perlu dipaksa-paksa untuk mau melakukan apa yang kita (orang tua) inginkan, kalau itu yang terjadi, Insya Allah tidak akan lama semua akan berantakan. Kesadaran yang muncul dari dalam dirinya itulah yang seharusnya perlu kita gali agar bisa muncul kepermukaan. Kalau itu yang terjadi, Insya Allah kita tidak perlu repot-repot lagi untuk me-manage anak kita karena dia akan melakukan semua kebaikan-kebaikan yang selalu kita ajarkan kepadanya. Tanpa harus disuruh. Karena itu, semua wanita yang mengaku ibu, jagalah anak-anak kalian, didiklah mereka dengan santun agar menjadi anak yang shaleh. Mungkin ini adalah jawaban dari Allah atas do'a-do'a yang aku dan suamiku panjatkan untuk anak-anak kami. Insya Allah amiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar