Rabu, 07 November 2012

Ternyata Dakwah itu Indah


Ternyata Dakwah itu Indah
Menjadi seorang guru bukanlah cita-cita yang selama ini aku angan-angankan. Aku ingin menjadi seorang jurnalis. Sebuah pekerjaan yang penuh tantangan dan mengasyikkan. Keduanya, aku bisa keliling dunia dengan menjadi seorang jurnalis. Wow... sebuah profesi yang sangat menantang.
Idealisme tidaklah seperti realita yang ada dihadapan kita. Ketika aku menikah, suamiku mengharuskanku meninggalkan dunia kerja yang identik dengan feminisme. Aku bisa menerima tawaran tersebut karena alasan yang diberikan oleh calon suamiku adalah syar’i, yaitu dia ingin aku menjadi istri yang sholihah. Seorang istri yang mencurahkan semua perhatian dan tenaganya hanya untuk suami dan anak-anaknya karena Allah semata.
Awal aku menjadi seorang istri yang kurasakan adalah sebuah kejenuhan. Aku yang terbiasa berangkat pagi pulang malam sewaktu masih bekerja dulu (sambil kuliah malam hari) menjadi bosan dengan aktifitas yang rutinitas... itu... itu ... dan itu. Setahun kemudian anakku yang pertama lahir, aktifitas menjadi bertambah. Tapi tetap saja aku merasa bosan dan perasaan aku menjadi semakin tidak berguna. Seorang sarjana komunikasi dengan predikat coumlaude hanya menjadi seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas yang itu... itu... saja. Benar-benar menjemukan.

Datanglah saat yang ditunggu-tunggu... sahabatku sewaktu kuliah datang ke rumah dan menawarkan sebuah pekerjaan yang sangat menggiurkan, yaitu menjadi seorang editor disebuah majalah wanita di Jakarta. Salary-nya pun cukup menjanjikan. Akan tetapi apa kata suamiku? Tidak boleh. Itulah jawaban yang sama yang diberikan oleh suamiku ketika aku diminta untuk menjadi dosen ditempat aku kuliah dulu. Untuk apa ijazah dan ilmu yang aku miliki kalau hanya berkutat di rumah saja? Akhirnya aku nego kepada suamiku... kalau sampai dua bulan aku tidak diberikan pekerjaan, maka aku akan menerima tawaran dari sahabatku itu,


Dua minggu kemudian aku diajak oleh suamiku ke rumah salah satu teman baiknya. Disana dia mendirikan sebuah sekolah yang bersifat sosial untuk masyarakat sekitarnya. Ketika tiba disana, aku sempat kaget dan tak habis pikir. Bayangkan, murid sebegitu banyaknya ditempatkan disebuah ruangan yang menurutku tidak proporsional dengan jumlah siswa yang ada. Tidak salah kalau banyak yang rewel dan menangis karena bertengkar dengan temannya. Apalagi ketika aku melihat cara gurunya mengajar kok rasanya tidak berkenan dihatiku. Ditambah dengan materi yang sebegitu banyaknya diberikan kepada anak usia PAUD. Masya Allah, benar-benar mendholimi murid.

Pulang ke rumah aku   segera berpikir bagaimana caranya supaya anak-anak usia dini yang ada disekitar rumahku bisa tercover pendidikannya? Akhirnya aku mengumpulkan tetangga kiri-kanan yang mempunyai anak usia dini untuk menjadi murid di sekolah yang aku kelola. Alhamdulillah ada tujuh orang pada awalnya. Dan salah satu dari mereka adalah anak berkebutuhan khusus. Dia mengalami keterlambatan dalam berbicara. Aku berusaha sekuat tenaga menjadikan tujuh anak pionerku itu benar-benar menjadi anak yang hebat. Alhamdulillah semua berjalan sebagaimana yang aku harapkan.


Hari pertama sekolahku dimulai, aku sempat bingung juga. Aku seorang sarjana komunikasi yang tidak pernah mengenal ilmu tentang ke-TK-an.harus mengajar anak prasekolah yang notabene belum pernah sekolah sama sekali karana masih berusia tiga tahu, Ya Allah... tolong aku dong. Memang ketika aku masih bekerja di kantor, saat gathering keluar kota, aku selalu mendapatkan bagian untuk “ngurusi” anak-anak kecil disaat orang tua mereka sedang berbelanja, ngerumpi ataupun melakukan aktifitas lain. Nah, sekarang ini aku jadi bingung... akan aku apakan mereka? Karena sebuah sekolah jelas berbeda dengan ketika sekedar menjaga anak-anak agar tidak “heboh” atau rewel. Dengan bekal hasil seminar dan pelatihan tentang pendidikan, khususnya anak balita aku memberanikan diri untuk itu. Hatiku begitu bergetar ketika mereka memanggilku bu guru. Sebuah panggilan yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehku akan aku sandang. Sebuah predikat “berat” yang membutuhkan tanggung jawab yang besar pula. Bu guru. Sebuah panggilan yang harus diimbangi dengan dedikasi yang tinggi.

Ya Allah jadikanlah hamba-Mu ini sorang guru yang baik untuk anak-anak hamba, murid-murid hamba dan orang-orang yang ada disekitar hamba. Berilah aku kemudahan... kekuatan... dan kelancaran dalam mengemban amanah-Mu ini. Ya Rabb... jadikanlah aku seorang guru yang tidak mendholimi murid-muridku dengan memaksa mereka menerima sesuatu yang tidak seharusnya mereka dapatkan.

Tak terasa, tiga belas tahun sudah akau menjadi seorang guru untuk anak-anak usia dini. Sampai saat ini Alhamdulillah aku masih bisa berdakwak seperti dulu ketika belum menikah... walaupun sekarang hanya di rumah saja. Anak-anak didikku adalah asset masa depan yang akan membawa kejayaan dan kebesaran Islam. Karena itu perlu pengelolaan dan pembinaan yang baik agar mereka bisa menjadi lebih baik lagi.


Aku sekarang menyadari bahwa lahan dakwah itu tidak harus orang dewasa atau remaja putri, justru anak-anak inilah lahan dakwah yang sesunguhnya. Riil... nyata... dan ... sanagt menentukan. Dari mereka aku bisa belajar banyak hal... kejujuran... keterbukaan... tidak ada kepura-puraan dan manipulasi disana. Ya Allah mudahkanlah jalanku ini... amiin.

Jumat, 26 Oktober 2012

Anakku Hebat


Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya sempurna, baik secara fisik ataupun kognitifnya (otaknya). Akan tetapi apakah semua akan sama seperti yang diharapkan? Ternyata, realita terkadang bicara lain. Keinginan kita untuk mempunyai anak yang sempurna seperti Rasulullah yang penurut, mudah diajari, mudah dikelola tanpa pernah membutuhkan tenaga ekstra dari kita sebagai orang tua, justru oleh Allah diberikan anak hebat yang berbeda dengan keinginan kita. Peran orang tua untuk menjadikan anak-anaknya hebat. Sebuah perjuangan yang penuh dengan pengorbanan.

Ketika aku diberi momongan 4 orang anak, semula aku berpikir... apakah aku akan mampu untuk menjadikan mereka anak yang hebat? Apalagi dengan aktivitas-ku diluar yang terkadang mengharuskanku meninggalkan mereka terkadang sampai 3 hari. Tidak begitu sering sih, tetapi terkadang sempat membua aku merasa bersalah dengan mereka. Amanah suamiku adalah "mengelola" anak-anakku... bukan yang lain termasuk jabatanku sebagai  pengurus PKK dan Paguyuban bunda PPT. Sekarang, kesibukanku semakin betambahnya dengan amanah baru yang aku terima, yaitu sebagai  ketua I IGRA di Surabaya.

Add caption
Alhamdulillah berkat pertolongan dari Allah melalui do'a dariku dan suamiku serta kesabaran dan kasih sayang kami sebagai orang tua semua berjalan dengan baik tanpa ada kendala yang berarti. Ada sedikit cerita yang mungkin bisa dibuat sebagai wacana bagi para orang tua, khususnya para orang tua baru dalam mengelola putra-putrinya.

Rangsangan atau stimulasi sudah aku berikan kepada anak-anakku ketika mereka masih berada dalam kandunganku. Memperdengarkan bacaan Qur'an adalah sesuatu yang wajib untuk kami orang tuanya kepada anak yang ada dalam kandunganku. Ketika aku lagi beraktifitas apapun, bayi yang ada dalam perutku selalu aku ajak untuk bergabung bersamaku. Menjalin kebersamaan sejak dini. Bahkan tak jarang aku membacakan buku dan bercerita dengan bayi yang ada dalam kandunganku. Rasanya aku begitu menikmati semua itu. Setelah mereka lahirpun, rutinitas mendengarkan bacaan Al-Qur'an tetap aku jaga, terutama kalau mereka akan tidur. Anak-anakku tidak akan bisa tidur kalau tidak mendengarkan bacaan murotal. Semacam kebutuhan bagi mereka sebelum mereka tidur.

Ada sebuah cerita yang bisa aku bagikan kepada semua orang tua tentang menangani anak-anak kita usia kelas 3 sampai 4 Sekolah Dasar. Pada usia tersebut biasanya anak akan mengalami kejenuhan dalam belajar. Bahkan terkesan "nakalnya" menjadi-jadi. Nah bagaimana kita sebagai orang tua harus bersikap dengan kondisi seperti itu?

Anakku yang pertama adalah seorang laki-laki. Dia adalah anak dengan tipe kinestetiknya yang menonjol. jadi tidak ada hari tanpa gerak dan gerak. Semua orang mengatakan kalau dia "nakal"... suka membuat ulah... dan seabrek komentar-komentar negatif yang ditujukan kepadanya. Aku tidak berpikir seperti mereka karena kebetulan aku sering mengikuti seminar parenting dan dialog-dialog berkaitan dengan tumbuh kembang anak.  Haqqi adalah uji coba pertamaku. Dengan bekal pengetahuan tentang pendidikan Anak Usia Dini yang aku miliki dari membaca buku-buku psikologi, baik ketika aku masih kuliah ataupun ketika aku sudah menikah... jadilah Haqqi, anak pertamaku bahan uji coba antara aku dan suamiku.
Sejak kecil aku sudah melihat ada sesuatu yang istimewa dari anakku itu. Dia begitu mudah menangkap materi-materi apapun yang aku berikan. Aku tetap tidak perduli dengan semua omongan orang tentang anakku itu. Aku selalu memotivasi dia bahwa dirinya adalah hebat... anak sholeh yang selalu taat kepada Allah dan cinta kepada Rasul-NYa. Sayang kepada Abah dan Umminya.

Tibalah saatnya dia sekolah. Usia 3 tahun Haqqi aku sekolahkan di Kelompok Bermain. Memang lokasi sekolahnya agak jauh, harus ditempuh dengan kendaraan. Setiap kali berangkat sekolah, Haqqi tidak pernah mau untuk naik sepeda motor. Dia selalu minta untuk naik becak karena dengan naik becak dia bisa mengamati keadaan lingkungan yang ada disekitarnya. Pertanyaan demi pertanyaan tak pernah lepas dia lontarkan. Alhamdulillah aku selalu bisa menjawab semua pertanyaan tersebut. Kalaupun akau tidak bisa, maka aku selalu minta waktu untuk bisa menjawab pertanyaan tadi. Jadi sepanjang jalan kami selalu diskusi dan diskusi.Rangsangan yang aku berikan selama perjalanan ke sekolahnya menjadikan dia anak yang memiliki pengetahuan lebih dari teman-temannya. Aku selalu terbuka dengan apapun yang dia tanyakan. Walaupun mungkin bagi orang lain itu merepotkan... karena tiada hari tanpa bertanya... bertanya... dan bertanya.  Adik-adiknyapun juga seperti itu. Kami sebagai orang tua justru bangga mempunyai anak-anak yang kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Ketika berangkat ke sekolah, waktu itu Haqqi masih TK A. Dia bertanya tentang sesuatu yang sangat tidak masuk akal.  Satu pertanyaan yang sampai sekarang masih aku ingat dan sangat membekas... yaitu ketika Haqqi bertanya kepadaku dengan nada suara yang polos, "Ummi, kapan semua manusia diciptakan oleh Allah?" Wah, heboh juga pertanyaannya. Aku harus menjelaskan kepadanya dengan bahasa yang bisa dimengerti olehnya. Alhamdulillah Allah memberikan kemudahan kepadaku untuk menjawab semua pertanyaan itu.

Satu hal lagi yang harus diperhatikan oleh para orang tua, yaitu kita perlu meningkatkan kesabaran dan bisa berpikir secara logis ketika menghadapi "kenakalan" anak. Kesabaran kita sebagai orang tua dalam mengelola anak-anak kita akan membuahkan hasil yang menakjubkan dikemudian hari. Aku merasa kalau masa bermain untuk anakku Haqqi ketika dia usia prasekolah sangat minim, bahkan boleh dibilang kurang. Ketika dia memasuki jenjang Sekolah Dasar, aku harus membayar semua itu. Setiap pulang sekolah, aku harus menunggu Haqqi bermain dulu sampai satu atau dua jam baru dia mau pulang. Selama menunggu aku selalu mengamati apa saja yang dia lakukan. Ternyata yang dia lakukan adalah sama dengan ketika aku masih kecil dulu. Haqqi bermain "memarut" batu bata, bermain tanah, menangkap kupu-kupu dan berlari-larian dengan teman-temannya.  Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu ketika anakku Haqqi duduk di kelas empat SD. Dia  mengalami masa bosan. Dia sedang berada pada titik kulminasi dimana kejenuhan untuk sekolah dan belajar sudah pada puncaknya. Setiap hari pekerjaannya adalah bermain dan bermain sepulang sekolah. Awalnya aku hanya menganggap hal yang biasa saja. Tapi kok setiap hari dia berbuat seperti itu dan itu terus. Ibuku selalu marah-marah karena Haqqi tidak pernah di rumah. Pada suatu malam, ketika Ibuku sedang memuncak marahnya dengan Haqqi karena seharian tidak di rumah, barulah aku bertindak. Waktu menunjukkan jam sembilan malam, aku tahu jam itu adalah jam anakku Haqqi untuk pulang. Anakku itu adalah tipe anak yang selalu tepat waktu untuk pulang. Ketika aku membuka pagar rumah, dia segera berlari dan masuk. "Mas, tolong cuci kaki dan tangan, ganti baju lalu masuk ke kantor karena Ummi ada perlu sama kamu", kataku begitu dia masuk pagar. Dengan agak takut kalau aku marah dia segera berlari ke kamar mandi. Setelah kami duduk berdua, aku menanyakan kepadanya apa maksudnya dengan berbuat seperti itu, bermain...bermain ... dan bermain?


Dengan agak takut dia menjawab bahwa dia sendiri tidak tahu kenapa kok sekarang ini ketika dia kelas empat, justru keinginannya untuk bermain meningkat. Bahkan dia mengatakan kalau tidak ush dibelikan buku paket karena dia sedang tidak berminat untuk belajar. Sembari tersenyum aku bilang ke anakku, "Okey, Ummi memang punya hutang sama kamu. Waktu kamu kecil, waktu bermainmu memang kurang karena dibatasi oleh Ummi. Jadi sekarang saatnya Ummi membayar hutang itu. Kamu diberi Ummi waktu setahun untuk membayar kesalahan Ummi sewaktu kamu masih kecil dulu". Deal perjanjian antara aku dan Haqqi. Jadi selama kelas empat Haqqi tidak pernah belajar... hanya bermain dan belajar hanya di sekolah. Aku bersyukur sekali karena sekolah tempat Haqqi belajar adalah sekolah kreatif yang bisa memfasilitasi anak-anak "moving" seperti anakku itu. Hasilnya adalah ketika kenaikan kelas ... sebuah hadiah yang tak terduga dari Allah... anakku ranking satu di kelasnya. Subhanallah ternyata dengan penanganan yang tepat dari orang tua telah dibayar oleh Allah dengan mahal .. yaitu anakku yang selama ini tidak pernah diperhitungkan di kelasnya menjadi juara kelas. Bahkan dia juga mewakili sekolahnya untuk mengikuti olimpiade Internasional dan Nasional.

Ada satu hal yang harus dipegang oleh orang tua agar anaknya bisa menjadi anak yang hebat... yaitu kesabaran, kasih sayang dan do'a. Itu adalah kunci keberhasilan kita dalam mengelola anak-anak kita... Rasulullah sendiri bisa menjadi hebat seperti itu juga karena memiliki orang tua, pengasuh yang sabar, penuh kasih sayang. Semoga Allah menjadikan anak-anak kita anak-anak yang sholeh dan sholihah seperti teladan kita, Rasulullah s.a.w.. Insya Allah Amiin.

Tips Menjadikan Anakku Hebat

Ada beberapa hal yang akan menentukan keberhasilan orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya sebagai berikut :
1. Kekuatan Do'a dari Orang Tua

 Kekuatan do'a adalah sesuatu yang tidak riil tapi bisa menjadi penentu. Mengapa demikian? Karena dengan do'a yang selalu kita panjatkan Allah akan mengiyakannya dan menjadikan anak-anak kita seperti yang kita inginkan. Sebagai orang tua, kita wajib dan harus mendo'akan anak-anak kita sehingga pancaran do'a kita akan menyentuh aura anak-anak kita. Lebih mantap lagi kalau disertai dengan berpuasa. Kalau istilah orang Jawa adalah tirakat. Dengan tirakat yang dilakukan oleh orang tua akan berimbas pada anak-anaknya. Pernah pada suatu hari aku mendapatkan cerita dari seorang ibu yang berada di desa dan rumah yang ditempatinya biasa-biasa saja. Ibu ini adalah seorang penjual nasi pecel. Akan tetapi dari sembilan anak-anaknya semua menjadi orang-orang hebat. Ketika ditanya... jawabannya adalah tirakat dan setiap selesai sholat dia selalu membacakan Al-Fatiihah untuk anak-anaknya masing-masing sebanyak tujuh kali. Secara ilmiah, hal itu tidak masuk nalar dan irrasional. Akan tetapi tidak demikian dengan Allah, semua serba mungkin dan serba bisa asal dengan penuh kesungguhan. Ada lagi cerita tentang sepasang suami istri. Mereka memiliki anak sejumlah tujuh orang. Dan Subhanallah semua anak-anaknya mengantongi gelar semua. Ada yang Doktor bahkan Professor. Setelah selidik punya selidik... ternyata kunci keberhasilan anak-anak mereka ada pada ibunya. Jadi setiap anaknya menghadapi ujia... apapun bentuknya, ibunya selalu berpuasa dan sholat pada saat anaknya sedang ujian sampai anaknya selesai ujian. Terbukti dan teruji bahwa kekuatan do'a dari orang tua, khususnya ibu adalah salah satu modal utama kunci keberhasilan seorang anak.

2.Kasih Sayang dan Kesabaran
Point kedua yang juga sangat menentukan adalah kasih sayang dan kesabaran. Tidak mudah untuk menjadi orang yang sabar, apalagi dengan "keunikan dan kenakalan" anaknya. Kasih Sayang. Semua orang tua pasti mengasihi dan menyayangi anak-anaknya. Secara naluriah, pasti seperti itu. Tidak hanya manusia, binatangpun juga akan berlaku yang sama. Akan tetapi tidak semua orang tua bisa sabar dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Dua hal tersebut merupakan sebuah modal yang sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak dimasa yang akan datang. Sentuhan kasih sayang dan kesabaran dari ayah dan bunda akan menjadikan anak lebih peka akan lingkungan sekitar. Polesan kasih sayang dengan diimbangi kesabaran orang tua dalam mengelola anak-anaknya akan menjadikan anak-anak kita manusia yang berbudi dan berakhlaq mulia. Sentuhan tersebut akan terekam dalam alam bawah sadar mereka sehingga mereka lebih peka dan mempunyai empati yang sangat tinggi dengan orang lain. Mereka akan tercetak menjadi anak-anak yang berpribadi kasih sayang dan santun kepada siapapun. Dengan kedua sentuhan tersebut anak akan lebih bisa berkembang sebagaimana seharusnya karena dia tidak dibebani dengan ketakutan dan pesimis dalam melakukan sesuatu/

3.Stimulasi yang Tepat
Langkah selanjutnya adalah stimulasi yang tepat yang diberikan oleh orang tua juga merupakan salah satu pemegang peranan terpenting dalam keberhasilan seorang anak. Tepatnya rangasangan yang diberikan oleh orang tua kepada anak juga sebagai salah satu penentu keberhasilan anak dimasa yang akan datang. Rangsangan yang diberikan harusnya sudah dimulai sejak masih dalam kandungan. walaupun kita menganggap mereka tidak mengerti apa-apa, akan tetapi pada kenyataannya mereka sudah bisa menerima semua rangsangan yang diberikan kepadanya. Apalagi selama masa golden age, semua harus tepat dalam menanganinya. Kesalahan penanganan akan berakibat fatal bagi anak-anak kita kedepannya. Sebagai bahan referensi, para orang tua bisa membaca buku-buku parenting atau mengikuti seminar-seminar tentang pendidikan anak.

3. Pemberian Nutrisi yang Tepat
Nutrisi yang tepat juga merupakan salah satu faktor penentu.Dengan nutrisi yang tepat sebagaimana yang dianjurkan akan menjadikan anak bisa berkembang secara optimal. Kecukupan gizi pada anak, khususnya anak usia dini akan berakibat pesatnya perkembangan otak anak. Synap-synap otak akan lebih mudah tersambung ketika anak mendapatkan rangsangan karena anak dengan kecukupan gizi akan memiliki kesehatan yang prima. Dengan demikian  otak anak akan bisa bekerja dengan optimal.Sedangkan anak-anak yang menderita gizi buruk akan tertinggal karena dengan kondisi fisik yang lemah tidak memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.